“Kukira kita akan bersama. Begitu
banyak yang sama. Latarmu dan latarku. Kukira takkan ada kendala. Kukira ini
'kan mudah. Kau-aku jadi kita”
Penggalan lirik lagu tersebut sedang ramai dibicarakan orang banyak beberapa waktu terakhir. Baru-baru ini Tulus mengeluarkan album berjudul “Manusia”. Ketika album tersebut rilis, banyak lagu pada album tersebut yang booming di media sosial seperti Hati-Hati di Jalan, Diri, Ingkar, Kelana, dan Tujuh Belas.
Sebuah
fenomena yang jarang sekali terjadi. Ramai orang-orang membicarakan keindahan
lagunya, menikmati syahdu nadanya, atau menghubungkan kisah hidup mereka dengan
liriknya. Dari sekian hal tersebut, yang paling memuncaki pembicaraan di media
sosial adalah orang-orang mencurahkan kehidupan mereka yang sesuai sekali
dengan lagu Hati-Hati di Jalan. Jika dicermati lebih teliti, pada
dasarnya mereka memiliki keresahan yang sama.
Harapan
yang patah.
Ketika seseorang memiliki pengharapan karena
dirasa sudah memiliki semua yang sama. Namun pada akhirnya harapan tersebut patah.
Pedih bukan?
Berjumpa
dengan seseorang yang memiliki segudang kemiripan. Film favorit, musik yang
asik, buku bacaan, selera makanan, tempat nongkrong yang nyaman. Rasa-rasanya
tidak akan ada habisnya pembicaraan. Indah sekali bukan?
Waktu
berjalan, rasa semakin nyaman. Betapa menyenangkannya menghabiskan waktu
bersamanya. Saling mengisi, saling berbagi, saling menangisi. Begitu banyak
perhatian, begitu banyak kebahagiaan, begitu banyak pula penderitaan.
Semakin
menumpuknya ucapan perhatian. Jangan lupa makan, jangan kecapaian, jangan tidur
kemalaman. Sampai ucapan kekhawatiran. Sedang di mana, kenapa belum pulang, kabari
jika sudah sampai.
Sampai
akhirnya waktu yang akan menunjukkan. Masalah datang bergantian. Kekecewaan
terus datang. Kesedihan semakin mendalam. Siapa sangka?
Yang
awalnya berpikir akan mudah. Semua berjalan indah. Tidak akan berpisah. Nyatanya
hanyalah harapan semu. Pada akhirnya sebanyak apapun kemiripan, masih terdapat
celah bibit kepedihan. Tidak ada yang bisa memastikan.
Betapa
besarnya kasih sayang yang sudah tertanam. Saking dalamnya, usaha sekeras
apapun tidak ada guna. Karena pada akhirnya waktu yang akan sembuhkan. Yang
tersisa sekarang hanyalah kerinduan. Yang tersisa sekarang hanyalah harapan
baik atas kepergian. Yang tersisa sekarang hanyalah pesan ucapan yang
hampir setiap hari diutarakan:
Hati-hati di jalan ya!
0 komentar:
Posting Komentar