Kamis, 31 Maret 2022

Hati-Hati di Jalan ya!

            “Kukira kita akan bersama. Begitu banyak yang sama. Latarmu dan latarku. Kukira takkan ada kendala. Kukira ini 'kan mudah. Kau-aku jadi kita”

            Penggalan lirik lagu tersebut sedang ramai dibicarakan orang banyak beberapa waktu terakhir. Baru-baru ini Tulus mengeluarkan album berjudul “Manusia”. Ketika album tersebut rilis, banyak lagu pada album tersebut yang booming di media sosial seperti Hati-Hati di Jalan, Diri, Ingkar, Kelana, dan Tujuh Belas.

Sebuah fenomena yang jarang sekali terjadi. Ramai orang-orang membicarakan keindahan lagunya, menikmati syahdu nadanya, atau menghubungkan kisah hidup mereka dengan liriknya. Dari sekian hal tersebut, yang paling memuncaki pembicaraan di media sosial adalah orang-orang mencurahkan kehidupan mereka yang sesuai sekali dengan lagu Hati-Hati di Jalan. Jika dicermati lebih teliti, pada dasarnya mereka memiliki keresahan yang sama.

Harapan yang patah.

 Ketika seseorang memiliki pengharapan karena dirasa sudah memiliki semua yang sama. Namun pada akhirnya harapan tersebut patah. Pedih bukan?

Berjumpa dengan seseorang yang memiliki segudang kemiripan. Film favorit, musik yang asik, buku bacaan, selera makanan, tempat nongkrong yang nyaman. Rasa-rasanya tidak akan ada habisnya pembicaraan. Indah sekali bukan?

Waktu berjalan, rasa semakin nyaman. Betapa menyenangkannya menghabiskan waktu bersamanya. Saling mengisi, saling berbagi, saling menangisi. Begitu banyak perhatian, begitu banyak kebahagiaan, begitu banyak pula penderitaan.

Semakin menumpuknya ucapan perhatian. Jangan lupa makan, jangan kecapaian, jangan tidur kemalaman. Sampai ucapan kekhawatiran. Sedang di mana, kenapa belum pulang, kabari jika sudah sampai.

Sampai akhirnya waktu yang akan menunjukkan. Masalah datang bergantian. Kekecewaan terus datang. Kesedihan semakin mendalam. Siapa sangka?

Yang awalnya berpikir akan mudah. Semua berjalan indah. Tidak akan berpisah. Nyatanya hanyalah harapan semu. Pada akhirnya sebanyak apapun kemiripan, masih terdapat celah bibit kepedihan. Tidak ada yang bisa memastikan.

Betapa besarnya kasih sayang yang sudah tertanam. Saking dalamnya, usaha sekeras apapun tidak ada guna. Karena pada akhirnya waktu yang akan sembuhkan. Yang tersisa sekarang hanyalah kerinduan. Yang tersisa sekarang hanyalah harapan baik atas kepergian. Yang tersisa sekarang hanyalah pesan ucapan yang hampir setiap hari diutarakan:

Hati-hati di jalan ya!

0 komentar:

Posting Komentar