Gue percaya pada dasarnya setiap manusia ketika ingin melakukan sesuatu didasari oleh suatu dorongan. Entah itu sebuah alasan maupun pengharapan. Ketika suatu dorongan itu sudah tersedia, ada kalanya seseorang tak kunjung melakukannya. Masih ada yang mereka tunggu. Bukan seorang kurir ekspedisi, bukan pula pengemudi ojek daring, melainkan sebuah momentum.
Momen.
Gue meyakini setiap orang sering
dihadapkan dengan permasalahan yang menghampiri. Ratusan, ribuan, entahlah. Tak
begitu penting rasanya secara angka maupun data. Penyebab masalah pun juga
sangat beragam. Satu diantaranya adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang
membuat orang lain merasa menjadi gundah gulana. Kesalahan yang membuat orang
lain menjadi merana. Kesalahan yang membuat orang lain merasa tidak lagi berharga.
Satu
dari sekian kesalahan yang tidak mudah untuk diselesaikan,
Kesalahan
yang melibatkan perasaan.
Tidak pernah ada manusia yang tahu
pasti perasaan manusia lain. Tidak ada yang bisa mengukur tingkat kemarahan,
kekecewaan, dan penyesalan. Tidak ada. Ini bukan sekadar hitungan matematika,
bukan pula konsep-konsep fisika. Oleh karena itu kesalahan yang melibatkan
perasaan tidak ada rumus pasti untuk menyelesaikannya. Kita hanya bisa
menduga-duga. Itupun belum tentu menjadi solusinya.
Setiap
kesalahan tersebut diselesaikan dengan berbagai ragam cara tergantung dengan
tiap masalahnya. Setiap orang punya cara penyelesaiannya masing-masing. Namun pada
setiap cara penyelesaiannya ada dasar yang paling utama.
Meminta
maaf.
Hanya dasarnya yang kita ketahui.
Sisanya? Mencoba berbagai cara yang kita anggap paling tepat guna.
Kita sudah tahu dasarnya. Meminta
maaf. Kita bisa mencari cara yang paling sesuai. Semestinya kita hanya tinggal
melakukannya bukan? Namun pada kenyataannya tidak selalu seperti itu. Kita
tidak langsung melakukannya. Bukan karena kita tidak mau mengungkap. Melainkan kita
menunggu saat yang tepat.
Saat yang tepat itu pun tidak ada
yang tahu pasti. Belum ditemukan indikatornya. Mungkin suatu hari nanti akan
ditemukan oleh ilmuwan ternama.
Satu
jam?
Satu
hari?
Satu
bulan?
Satu
minggu?
Satu
tahun?
Atau
bahkan lebih dari itu. Entahlah. Tak begitu penting rasanya berapa lama
waktunya. Satu yang utama adalah ketika hati dan pikiran sudah merasa saatnya.
Sulit rasanya menuliskan diksi yang tepat untuk menggambarkan hal tersebut. Tapi
itulah inti dari semuanya.
Kalau
hati dan pikiran sudah merasa ini waktunya maka lakukanlah. Karena yang utama
bukan masalah waktu, melainkan niat yang tulus. Tidak apa-apa kalau merasa
belum waktu yang tepat. Tidak akan ada yang menyalahkan. Tidak akan ada pula yang
memojokkan.
Selama
meyakini bahwa niat tulus tersebut sudah saatnya disampaikan.
Tidak ada salahnya.
Tidak perlu semua harus terlaksana
dalam satu waktu.
Pelan, perlahan, tak selalu mesti dipaksakan.
0 komentar:
Posting Komentar