Assalamualaikum wr.wb. Bagaimana kabar kalian? Semoga ketika kalian membaca ini dalam keadaan sehat ya dan ingat #dirumahaja.
Hari
ini masih tidak jauh berbeda dari hari-hari sebelumnya. Pandemi sudah
berlangsung hampir lima bulan dan sebagian besar aktivitas dilakukan di rumah.
Namun hari ini terasa lain. Hujan menyapa di siang ini yang sebelumnya sudah
didahului oleh rentetan mendung di langit. Rasanya waktu seakan melambat, deru air
yang mulai melebat menggugah hati untuk kembali menulis. Ditemani dengan
secangkir kopi, berharap bisa mencurahkan isi hati.
Rintik
air terdengar sangat riuh dari luar jendela yang terbuka. Secara disengaja
tentunya. Bukan untuk merasakan hawa hujan yang spesial, melainkan berharap
pesan datang yang entah akan sampai kapan dinantikan. Bukan pesan melalui surat
yang dibawa oleh pak pos dengan motor berwarna oranyenya, bukan juga melalui
pesan singkat di aplikasi telepon pintar. Ini jauh lebih dari itu. Pesan rindu.
Seorang
karakter dari sebuah novel ternama pernah berujar jangan rindu karena itu
berat.
Persetan
kubilang.
Berat
dia bilang katanya. Nyatanya tak seperti itu kawan. Titik ternadir rindu jauh
lebih dari itu. Kuberitahu padamu;
Rindu
tak berbalas.
Rindu
hadir tepat setelah kau mengucap salam perpisahan dengan waktu yang entah kapan
lagi bisa dipertemukan. Sebentar, rasanya salam perpisahan pun bahkan tak
pernah kau ucapkan. Membuatku bertanya mengapa, sampai saat ini nyatanya.
Setiap petang menjelang langit mulai
meredup, dari sekian banyak hal yang bisa dilakukan namun aku hanya mencoba melihat
melalui celah kecil di jendela. Mencoba mengintip dan berharap dengan harapan
yang sama yang tentunya tak pernah usang. Barangkali pesan itu datang. Nyatanya
hanya kurir ekspedisi. Bukan itu yang sebenarnya kunanti.
Mungkin
akan lain cerita jika kau mengatakan sesuatu, setidaknya. Tidak akan ku menunggu
pesan itu di tiap harinya dengan harapan bahwa suatu saat itu akan datang. Tidak.
Lama. Sudah cukup lama. Bahkan akupun tak tau sudah berapa detik yang
kusempatkan. Aku tak menghitung, lebih tepatnya tidak peduli. Karena aku yakin
pesan itu akan mengampiri.
Tahun berlalu, waktu membeku. Jarak
memisah, hati tak berubah. Aku mencoba lupa, dan mengubur cerita. Percuma saja,
rasa ini tak mengenal ajal.
Di kejauhan, doaku menepi di
sebelahmu, menantimu terjaga. Berharap, masih ada wajahku dalam mimpimu yang
tersisa.
Ada rindu dalam diam.
0 komentar:
Posting Komentar