Jakarta, ibu
kota negara Indonesia. Kota yang cukup pelik dengan segala problematika. Dari
yang sederhana hingga keruwetan yang tak kunjung reda. Kota ini sedang
mengalami krisis. Bukan krisis ekonomi seutuhnya, melainkan krisis integritas.
Dibalik itu semua, ada suatu momen yang membuat mayoritas warga Jakarta seolah
melupakan segala problematika mereka. Bukan hanya itu, momen ini juga seolah
menyatukan warga Jakarta tanpa mengenal suku, agama, ras, golongan, maupun
politik.
Sepak bola. Iya, olah raga yang terkenal dengan kerakyatan dan kesederhanaannya inilah yang menyatukan warga Jakarta. Mungkin sebagian orang tidak setuju mengenai ini, tetapi mari kita lihat sisi lain dari sepak bola.
Sepak bola
bukanlah sekedar olah raga yang dimainkan oleh sebelas orang melawan sebelas
orang saja. Jauh dari itu. Sepak bola memiliki sisi menarik nan indah. Jujur,
tidak kalah indah dengan sepak bola luar negeri.
Pada paragaf
kedua, sudah gue sampaikan bahwa sepak bola menyatukan warga Jakarta. Betul.
Saat ini, warga Jakarta sedang berpesta dan bereuforia merayakan klub
kebanggaan warga Jakarta yaitu Persija Jakarta menjuarai turnamen pra-musim
Piala Presiden 2018.
Bisa kita
saksikan, seluruh media massa baik cetak maupun elektronik menyebarluaskan
kemenangan Persija. Warga Jakarta merayakan dengan konvoi bersama tim hari ini.
Ramai. Luar biasa. Bahkan lebih ramai dibanding kampanye pemilihan kepala
daerah tahun lalu. Lautan manusia. Lebih tepatnya lautan Jakmania.
Persija
menjadi juara setelah mengalahkan Bali United dengan skor telak 3 – 0 di partai
puncak, uniknya saat pertemuan pertama di babak penyisihan grup Bali United
berhasil mengalahkan Persija dengan skor 3 – 2. Dengan kemenangan ini, Persija
berhak meraih 4,175 M hasil dari juara
pertama Piala Presiden 2018 beserta match fee dan biaya akomodasi. Nilai yang
cukup fantastis untuk sekedar turnamen pra-musim.
Dari tujuh
pertandingan di Piala Presiden 2018, Persija hanya mengalami satu kali
kekalahan. Torehan yang cukup menjajikan. Pertanyaanya sekarang adalah apakah
Persija bisa mempertahankan performa dan momentum ini hingga berakhirnya Liga 1
2018 nanti?
Ada sebuah
anomali yang unik pada pagelaran turnamen pra-musim di Indonesia. Jika berkaca
kepada turnamen pra-musim di luar negeri, ada beberapa perbedaan yang
signifikan. Pertama dalam jangka waktu penyelenggaraan. Turnamen pra-musim di
luar negeri hanya berkisar maksimal satu atau dua minggu, namun di Indonesia
berlangsung satu bulan.
Kemudian
yang kedua mengenai esensi pra-musim. Turnamen pra-musim bagi klub – klub luar
negeri terutama di Eropa digunakan untuk mematangkan skuat dan taktik sebelum
bergulirnya liga. Terutama membangun kekompakan tim yang baru berganti pelatih
atau merekrut pemain baru. Sementara itu di Indonesia, turnamen pra – musim
dikemas layaknya ajang yang prestisius. Klub – klub Indonesia berlomba – lomba
memperebutkan piala yang digagas oleh Presiden Jokowi pada 2015 ini. Mereka
seolah – olah lupa akan esensi pra-musim itu sendiri. Jarang menurunkan pemain
– pemain muda untuk menunjukan kemampuannya. Ini berefek domino kepada para
suporter. Dengan fanatisme yang mereka punya, tentu mengharapakan klub idolanya
menjadi juara adalah sesuatu hal yang wajar. Namun perlu digarisbawahi bahwa
ketika suatu klub mengalami kekalahan pada turnamen ini, suporter melakukan
tindakan yang berlebihan untuk sekedar ajang pra-musim seperti melakukan
pelemparan, hingga mencaci maki pelatih atau pemain klub itu sendiri. Gawat.
Yang ketiga
adalah jumlah peserta, format, dan hadiah turnamen. Piala presiden ini
berformat semiturnamen yaitu ada babak penyisihan grup kemudian babak gugur.
Piala presiden juga diikuti oleh dua puluh klub. Inilah yang menyebabkan
lamanya turnamen dan padatnya jadwal klub dalam bertanding sehingga hanya
mendapatkan dua hari untuk recovery. Idealnya, turnamen pra musim diikuti tidak
lebih dari delapan klub. Selain itu, hadiah yang cukup fantastis yaitu 3,3 M
mebuat klub seolah – olah getol ingin mendapatkan itu. Jika dilihat dari esensi
pra-musim, sebenarnya hadiah adalah hal yang tidak begitu dipentingkan karena
yang utama adalah mematangkan tim.
Meskipun
begitu, perjuangan Persija Jakarta patut diapresiasi. Kemenangan ini seolah
menghilangkan dahaga para Jakmania akan rasanya gelar juara. Padahal Persija
tercatat juga cukup rutin memenangkan gelar di pra-musim dalam lima tahun
belakangan. Tapi ya seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, bahwa Piala
Presiden ini turnamen pra-musim yang ‘prestisius’ sehingga membuat efek yang
berbeda.
Kegemilangan
Persija tidak lepas dari perekrutan pemain yang bisa dikatakan cukup tepat.
Kehilangan beberapa pemain pilar musim lalu dapat tertutupi. Rasanya saat ini,
Persija memiliki skuat yang memiliki cukup kedalaman di segala lini. Ini
dilakukan untuk mengantisipasi padatnya jadwal Liga 1 dan AFC Cup tahun ini.
Nama yang paling disorot adalah Marko Simic. Simic menjadi perekrutan yang
sukses sejauh ini di 2018. Kehadiran Simic seolah menjadi jawaban atas kurang
produktifnya penyerang Persija beberapa tahun kebelakangan. Menarik melihat
kiprah Super Simic di Liga 1 dan AFC
Cup musim ini.
Final piala
presiden dilangsungkan di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Saat pertandingan
final, ada beberapa kejadian yang menarik. Pertama tiket pertandingan habis
terjual seluruhnya dalam waktu yang sangat cepat. Mayoritas adalah Jakmania
yang memenuhi sudut stadion. Mereka tidak henti – hentinya bernyanyi dan
mendukung Persija. Usaha mereka pun terbayarkan.
Namun,
kejadian pasca pertandingan sedikit mencoreng nama Jakmania yang dilakukan oleh
oknum suporter. Dari kabar yang beredar, saat itu banyak penonton yang tidak
mendapatkan tiket dan akhirnya panitia menyediakan layar besar untuk nonton
bareng diluar stadion. Solusi yang cukup baik memang. Setelah Persija unggul 1
gol, oknum suporter berusaha masuk ke dalam stadion. Setelah penyerahan piala
selesai, suporter berlarian dari arah tribun dan luar stadion menuju ke
lapangan. Dari foto dan video yang beredar di dunia maya, beberapa titik
mengalami kerusakan seperti pintu masuk dan pagar pembatas di tribun. Banyak
sekali kabar yang beredar di media sosial mengenaik kondisi Gelora Bung Karno
pasca pertandingan ini.
Dua hari
kemudian, yaitu hari Senin banyak sekali lontaran cacian dan makian yang
disampaikan ke Jakmania. Banyak orang yang menuding bahwa Jakmania lah yang
melakukan perusakan di Gelora Bung Karno. Bahkan orang – orang pun tetap
menyalahkan Jakmania yang tidak datang langsung ke Gelora Bung Karno malam itu.
Jelas ini merupakan pencermaran nama Jakmania.
Contoh
konkretnya adalah gue pribadi. Senin, saat gue masuk sekolah pada jam istirahat
teman – teman gue membicarakan soal pertandingan final Piala Presiden 2018.
Bukannya menyalami karena Persija berhasil juara, mereka malah menyalahkan gue
dan teman – teman Jakmania yang lain.
‘Ah gimanasi
nih the Jak, bisanya ngerusak doang!’
‘Udah tau
mau dipake buat Asian Games, malah dirusakin’
‘Apaan nih
kampungan banget the Jak!’
Iya itu yang
mereka ucapkan ke gue.
Gue saat itu
hanya tersenyum.
Gue
menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi bahwa itu dilakukan oleh OKNUM bukan
oleh Jakmania. Mereka salah kaprah. Mereka mengeneralisasi semua yang melakukan
perusakan malam itu adalah Jakmania, padahal tidak. Mereka adalah OKNUM yang
berlindung dibawah nama Jakmania. Gue bukannya mau membela OKNUM yang melakukan
perusakan tetapi ingin membela nama baik Jakmania yang sudah terlanjur tercemar.
Jujur, gue juga merasa prihatin dengan apa yang dilakukan OKNUM tersebut yang
mengaku dirinya sebagai fans Persija. Jika mereka benar fans Persija,
seharusnya bukan itu yang dilakukan. Mereka harusnya bersikap dewasa, berpikir
dewasa. Memang fanatisme yang mereka miliki begitu besar, namun semestinya
mereka sudah mengerti mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan
karena ini menyangkut nama baik Jakmania. Ketika mereka melakukan tindakan yang
menyalahi aturan, maka yang tercoreng adalah nama Jakmania, bukan nama pribadi
mereka.
Selain itu,
gue juga menyoroti pemberitaan media terutama media online. Mereka menggembar – gemborkan headline berita bahwa ‘GBK
Rusak Parah’ atau ‘GBK Hancur’. Ini miris. Clickbait.
Karena saat ini, kebanyakan warganet Indonesia melihat berita hanya dari judul
tanpa mau membaca artikel secara utuh. Setelah hanya membaca judul, mereka langsung
menanggapi dengan makian di media sosial.
Betul memang
Gelora Bung Karno mengalami kerusakan. Namun, kerusakan tersebut masih dalam taraf
yang kecil.
"Kalau
dilihat biaya perbaikannya menurut pelaksana udah diitung enggak lebih dari
Rp150-an juta," ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
Basuki Hadimuljono saat meninjau di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta pada Senin
(19/2/2018). Dikutip dari goal.com
Jika ditinjau dari kerugian materil, mukin tidak seberapa.
Namun ini bukan hanya permasalahan mengenai uang ganti rugi, melainkan sebuah
revolusi mental suporter sepak bola di Indonesia. Perlu adanya pemahaman dan
pematangan mental suporter agar mereka tidak lagi melakukan tindakan tindakan
yang bertentang dengan hukum. Dibutuhkan sikap dewasa dari suporter Indonesia
agar kejadian – kejadian di zaman dulu tidak kembali terulang di masa yang akan
datang. Jangan sampai ada lagi kabar tawuran antar suporter yang merenggut
korban jiwa maupun suporter yang melakukan perusakan atau vandalisme. Yang
ingin Indonesia dan dunia dengar adalah kabar suporter sepak bola Indonesia
yang berpikir kreatif, loyal, dan bersikap dewasa. Lakukan dengan cara yang
benar, sesuai dengan koridor.
Karena
sejatinya tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa.
Kini, saatnya Jakarta berpesta. Jakarta bereuforia. Sebuah
pencapaian yang layak diapresiasi. Pencapain yang menghilangkan sedikit dahaga
akan gelar juara setelah tahun 2001.
Gelar juara di turnamen pra musim memang bukanlah sebuah
jaminan kesuksesan di liga yang sesungguhnya, tetapi jika Persija bisa
konsisten dalam bermain dan menjaga momentum ini, bukan hal yang mustahil
menyandang gelar juara untuk yang kesebelas kalinya. Juara seutuhnya.
Sekarang tugas utama Jakmania adalah mendukung Persija.
Mendukung dalam koridor yang tepat.
Lakukan dengan cara yang tepat. Gunakan
kekompakan dan kreativitas untuk bersatu mendukung Persija berlaga. Kawal tim
ini dengan baik. Beri aspirasi maupun kritik jika diperlukan. Salah satu yang
terpenting adalah menjaga homebase kita, Gelora Bung Karno. Jangan sia – siakan
kepercayaan yang telah diberikan kepada kita.
Karena kita
adalah pemain kedua belas.
0 komentar:
Posting Komentar