Minggu, 18 Februari 2018

Euforia Jakarta


Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Kota yang cukup pelik dengan segala problematika. Dari yang sederhana hingga keruwetan yang tak kunjung reda. Kota ini sedang mengalami krisis. Bukan krisis ekonomi seutuhnya, melainkan krisis integritas. Dibalik itu semua, ada suatu momen yang membuat mayoritas warga Jakarta seolah melupakan segala problematika mereka. Bukan hanya itu, momen ini juga seolah menyatukan warga Jakarta tanpa mengenal suku, agama, ras, golongan, maupun politik.

Sepak bola. Iya, olah raga yang terkenal dengan kerakyatan dan kesederhanaannya inilah yang menyatukan warga Jakarta. Mungkin sebagian orang tidak setuju mengenai ini, tetapi mari kita lihat sisi lain dari sepak bola.

Sepak bola bukanlah sekedar olah raga yang dimainkan oleh sebelas orang melawan sebelas orang saja. Jauh dari itu. Sepak bola memiliki sisi menarik nan indah. Jujur, tidak kalah indah dengan sepak bola luar negeri.

Pada paragaf kedua, sudah gue sampaikan bahwa sepak bola menyatukan warga Jakarta. Betul. Saat ini, warga Jakarta sedang berpesta dan bereuforia merayakan klub kebanggaan warga Jakarta yaitu Persija Jakarta menjuarai turnamen pra-musim Piala Presiden 2018.

Bisa kita saksikan, seluruh media massa baik cetak maupun elektronik menyebarluaskan kemenangan Persija. Warga Jakarta merayakan dengan konvoi bersama tim hari ini. Ramai. Luar biasa. Bahkan lebih ramai dibanding kampanye pemilihan kepala daerah tahun lalu. Lautan manusia. Lebih tepatnya lautan Jakmania.

Persija menjadi juara setelah mengalahkan Bali United dengan skor telak 3 – 0 di partai puncak, uniknya saat pertemuan pertama di babak penyisihan grup Bali United berhasil mengalahkan Persija dengan skor 3 – 2. Dengan kemenangan ini, Persija berhak meraih  4,175 M hasil dari juara pertama Piala Presiden 2018 beserta match fee dan biaya akomodasi. Nilai yang cukup fantastis untuk sekedar turnamen pra-musim.

Dari tujuh pertandingan di Piala Presiden 2018, Persija hanya mengalami satu kali kekalahan. Torehan yang cukup menjajikan. Pertanyaanya sekarang adalah apakah Persija bisa mempertahankan performa dan momentum ini hingga berakhirnya Liga 1 2018 nanti?

Ada sebuah anomali yang unik pada pagelaran turnamen pra-musim di Indonesia. Jika berkaca kepada turnamen pra-musim di luar negeri, ada beberapa perbedaan yang signifikan. Pertama dalam jangka waktu penyelenggaraan. Turnamen pra-musim di luar negeri hanya berkisar maksimal satu atau dua minggu, namun di Indonesia berlangsung satu bulan.

Kemudian yang kedua mengenai esensi pra-musim. Turnamen pra-musim bagi klub – klub luar negeri terutama di Eropa digunakan untuk mematangkan skuat dan taktik sebelum bergulirnya liga. Terutama membangun kekompakan tim yang baru berganti pelatih atau merekrut pemain baru. Sementara itu di Indonesia, turnamen pra – musim dikemas layaknya ajang yang prestisius. Klub – klub Indonesia berlomba – lomba memperebutkan piala yang digagas oleh Presiden Jokowi pada 2015 ini. Mereka seolah – olah lupa akan esensi pra-musim itu sendiri. Jarang menurunkan pemain – pemain muda untuk menunjukan kemampuannya. Ini berefek domino kepada para suporter. Dengan fanatisme yang mereka punya, tentu mengharapakan klub idolanya menjadi juara adalah sesuatu hal yang wajar. Namun perlu digarisbawahi bahwa ketika suatu klub mengalami kekalahan pada turnamen ini, suporter melakukan tindakan yang berlebihan untuk sekedar ajang pra-musim seperti melakukan pelemparan, hingga mencaci maki pelatih atau pemain klub itu sendiri. Gawat.

Yang ketiga adalah jumlah peserta, format, dan hadiah turnamen. Piala presiden ini berformat semiturnamen yaitu ada babak penyisihan grup kemudian babak gugur. Piala presiden juga diikuti oleh dua puluh klub. Inilah yang menyebabkan lamanya turnamen dan padatnya jadwal klub dalam bertanding sehingga hanya mendapatkan dua hari untuk recovery. Idealnya, turnamen pra musim diikuti tidak lebih dari delapan klub. Selain itu, hadiah yang cukup fantastis yaitu 3,3 M mebuat klub seolah – olah getol ingin mendapatkan itu. Jika dilihat dari esensi pra-musim, sebenarnya hadiah adalah hal yang tidak begitu dipentingkan karena yang utama adalah mematangkan tim.

Meskipun begitu, perjuangan Persija Jakarta patut diapresiasi. Kemenangan ini seolah menghilangkan dahaga para Jakmania akan rasanya gelar juara. Padahal Persija tercatat juga cukup rutin memenangkan gelar di pra-musim dalam lima tahun belakangan. Tapi ya seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, bahwa Piala Presiden ini turnamen pra-musim yang ‘prestisius’ sehingga membuat efek yang berbeda.

Kegemilangan Persija tidak lepas dari perekrutan pemain yang bisa dikatakan cukup tepat. Kehilangan beberapa pemain pilar musim lalu dapat tertutupi. Rasanya saat ini, Persija memiliki skuat yang memiliki cukup kedalaman di segala lini. Ini dilakukan untuk mengantisipasi padatnya jadwal Liga 1 dan AFC Cup tahun ini. Nama yang paling disorot adalah Marko Simic. Simic menjadi perekrutan yang sukses sejauh ini di 2018. Kehadiran Simic seolah menjadi jawaban atas kurang produktifnya penyerang Persija beberapa tahun kebelakangan. Menarik melihat kiprah Super Simic di Liga 1 dan AFC Cup musim ini.

Final piala presiden dilangsungkan di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Saat pertandingan final, ada beberapa kejadian yang menarik. Pertama tiket pertandingan habis terjual seluruhnya dalam waktu yang sangat cepat. Mayoritas adalah Jakmania yang memenuhi sudut stadion. Mereka tidak henti – hentinya bernyanyi dan mendukung Persija. Usaha mereka pun terbayarkan.

Namun, kejadian pasca pertandingan sedikit mencoreng nama Jakmania yang dilakukan oleh oknum suporter. Dari kabar yang beredar, saat itu banyak penonton yang tidak mendapatkan tiket dan akhirnya panitia menyediakan layar besar untuk nonton bareng diluar stadion. Solusi yang cukup baik memang. Setelah Persija unggul 1 gol, oknum suporter berusaha masuk ke dalam stadion. Setelah penyerahan piala selesai, suporter berlarian dari arah tribun dan luar stadion menuju ke lapangan. Dari foto dan video yang beredar di dunia maya, beberapa titik mengalami kerusakan seperti pintu masuk dan pagar pembatas di tribun. Banyak sekali kabar yang beredar di media sosial mengenaik kondisi Gelora Bung Karno pasca pertandingan ini.

Dua hari kemudian, yaitu hari Senin banyak sekali lontaran cacian dan makian yang disampaikan ke Jakmania. Banyak orang yang menuding bahwa Jakmania lah yang melakukan perusakan di Gelora Bung Karno. Bahkan orang – orang pun tetap menyalahkan Jakmania yang tidak datang langsung ke Gelora Bung Karno malam itu. Jelas ini merupakan pencermaran nama Jakmania.

Contoh konkretnya adalah gue pribadi. Senin, saat gue masuk sekolah pada jam istirahat teman – teman gue membicarakan soal pertandingan final Piala Presiden 2018. Bukannya menyalami karena Persija berhasil juara, mereka malah menyalahkan gue dan teman – teman Jakmania yang lain.

‘Ah gimanasi nih the Jak, bisanya ngerusak doang!’

‘Udah tau mau dipake buat Asian Games, malah dirusakin’

‘Apaan nih kampungan banget the Jak!’

Iya itu yang mereka ucapkan ke gue.

Gue saat itu hanya tersenyum.

Gue menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi bahwa itu dilakukan oleh OKNUM bukan oleh Jakmania. Mereka salah kaprah. Mereka mengeneralisasi semua yang melakukan perusakan malam itu adalah Jakmania, padahal tidak. Mereka adalah OKNUM yang berlindung dibawah nama Jakmania. Gue bukannya mau membela OKNUM yang melakukan perusakan tetapi ingin membela nama baik Jakmania yang sudah terlanjur tercemar. Jujur, gue juga merasa prihatin dengan apa yang dilakukan OKNUM tersebut yang mengaku dirinya sebagai fans Persija. Jika mereka benar fans Persija, seharusnya bukan itu yang dilakukan. Mereka harusnya bersikap dewasa, berpikir dewasa. Memang fanatisme yang mereka miliki begitu besar, namun semestinya mereka sudah mengerti mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan karena ini menyangkut nama baik Jakmania. Ketika mereka melakukan tindakan yang menyalahi aturan, maka yang tercoreng adalah nama Jakmania, bukan nama pribadi mereka.

Selain itu, gue juga menyoroti pemberitaan media terutama media online. Mereka menggembar – gemborkan headline berita bahwa ‘GBK Rusak Parah’ atau ‘GBK Hancur’. Ini miris. Clickbait. Karena saat ini, kebanyakan warganet Indonesia melihat berita hanya dari judul tanpa mau membaca artikel secara utuh. Setelah hanya membaca judul, mereka langsung menanggapi dengan makian di media sosial.

Betul memang Gelora Bung Karno mengalami kerusakan. Namun, kerusakan tersebut masih dalam taraf yang kecil.

"Kalau dilihat biaya perbaikannya menurut pelaksana udah diitung enggak lebih dari Rp150-an juta," ujar Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono saat meninjau di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta pada Senin (19/2/2018). Dikutip dari goal.com

Jika ditinjau dari kerugian materil, mukin tidak seberapa. Namun ini bukan hanya permasalahan mengenai uang ganti rugi, melainkan sebuah revolusi mental suporter sepak bola di Indonesia. Perlu adanya pemahaman dan pematangan mental suporter agar mereka tidak lagi melakukan tindakan tindakan yang bertentang dengan hukum. Dibutuhkan sikap dewasa dari suporter Indonesia agar kejadian – kejadian di zaman dulu tidak kembali terulang di masa yang akan datang. Jangan sampai ada lagi kabar tawuran antar suporter yang merenggut korban jiwa maupun suporter yang melakukan perusakan atau vandalisme. Yang ingin Indonesia dan dunia dengar adalah kabar suporter sepak bola Indonesia yang berpikir kreatif, loyal, dan bersikap dewasa. Lakukan dengan cara yang benar, sesuai dengan koridor.

Karena sejatinya tidak ada satu kemenangan pun yang sebanding dengan nyawa.

Kini, saatnya Jakarta berpesta. Jakarta bereuforia. Sebuah pencapaian yang layak diapresiasi. Pencapain yang menghilangkan sedikit dahaga akan gelar juara setelah tahun 2001.

Gelar juara di turnamen pra musim memang bukanlah sebuah jaminan kesuksesan di liga yang sesungguhnya, tetapi jika Persija bisa konsisten dalam bermain dan menjaga momentum ini, bukan hal yang mustahil menyandang gelar juara untuk yang kesebelas kalinya. Juara seutuhnya.

Sekarang tugas utama Jakmania adalah mendukung Persija. Mendukung dalam koridor yang tepat. 
Lakukan dengan cara yang tepat. Gunakan kekompakan dan kreativitas untuk bersatu mendukung Persija berlaga. Kawal tim ini dengan baik. Beri aspirasi maupun kritik jika diperlukan. Salah satu yang terpenting adalah menjaga homebase kita, Gelora Bung Karno. Jangan sia – siakan kepercayaan yang telah diberikan kepada kita.

Karena kita adalah pemain kedua belas.

Kita adalah Jakmania.


0 komentar:

Posting Komentar