Jumat, 13 April 2018

Sesal Sapa

Assalamualaikum wr.wb, terima kasih kepada teman-teman yang sudah bersabar menunggu terbitnya artikel terbaru. Pada post ini, gue akan menceritakan sedikit salah satu memori yang sangat membekas di benak gue. Yuk disimak!

Bulan sudah berganti, April pun datang. Gue semakin sering belajar dan mempersiapkan diri sebaik mungkin untuk menghadapi UN dan SBMPTN. Beberapa hari yang lalu di suatu malam ketika belajar, waktu menunjukan sekitar pukul sebelas malam. Saat ditengah-tengah proses belajar, gue terpaku beberapa menit. Saat itu malam terasa cukup sunyi. Suasana saat itu membawa pikiran gue mengawang. Mengawang jauh. Iya cukup jauh. Membawa gue kembali ke memori sembilan tahun yang lalu. Memori yang sampai saat ini sangat membekas.

Sekitar tahun 2009, gue lupa kapan tanggal tepatnya. Saat itu gue masih tercatat sebagai siswa SDN Jatipadang 03 Pagi. Itu merupakan SD pertama gue sebelum akhirnya gue pindah ke SDN Jagakarsa 03 Pagi. Gue disana sampai kelas tiga SD, dan di tahun terakhir gue di SD itu gue ditunjuk sebagai salah satu perwakilan SDN Jatipadang 03 Pagi untuk berkompetisi Pramuka antar-SD. Iya, waktu SD gue memang sangat menyukai kegiatan Pramuka entah mengapa. Mungkin salah satu alasannya adalah karena di SD gue engga ada eskul lain selain Pramuka. Kompetisi itu sendiri dilaksanakan di SMPN 107 Jakarta yang jaraknya tidak terlalu jauh dari SD gue. Perwakilan dari SD gue beranggotakan sepuluh orang yang terdiri dari kelas tiga dan empat. Gue lupa berapa tepatnya, tapi yang jadi perwakilan kelas tiga hanya tiga orang kalau tidak salah dan gue adalah salah satunya.

Sejujurnya cukup sulit untuk mengorek kembali memori secara detil yang sudah hampir sedekade ini, tapi gue disini akan berusaha mengingatnya sebisa mungkin. Pada kompetisi Pramuka itu gue hanya mengingat sedikit mengenai apa yang dilombakan. Seingat gue, salah satu lombanya adalah memecahkan sandi, membuat simpul, dan pengetahuan umum. Kompetisinya berjalan cukup menarik, meskipun pada akhirnya SD gue engga menang apa-apa. Meskipun begitu, yang membuat memori ini membekas di pikiran gue adalah salah satu kejadian saat kompetisi itu.

Ketika itu sesudah perlombaan selesai, seluruh peserta dibariskan di lapangan. Kami semua duduk dan mendengarkan pengarahan. Saat itu gue duduk di barisan agak belakang. Gue kemudian melihat sekeliling. Awalnya gue hanya melihat-lihat biasa hingga sampai di satu titik pandangan gue terpaku kepada seseorang. Orang itu berada di barisan disamping SD gue. Beberapa menit gue melihat dia. Gue mencoba mengingat sesuatu. Gue merasa pernah melihat orang ini sebelumnya. Gue merasa pernah dekat sekali dengan orang ini. Kemudian muncul banyak pertanyaan di benak gue. Gue pun meyakinkan diri gue bahwa orang itu memang benar dia. Dia adalah Dika.


Dika, itu adalah nama panggilannya. Sejatinya gue engga hafal atau mungkin sudah lupa dengan nama lengkapnya dia. Tapi gue meyakini jelas satu hal, dia adalah salah satu sahabat gue di TK. Gue sekolah di TK Islam Nur Yakin sekitar tahun 2005 – 2006. Di sekolah itu, gue memiliki beberapa sahabat dan salah satunya adalah Dika. Kita cukup dekat dan sering bermain bersama juga. Dika dan gue memiliki tinggi badan yang hampir sama, yang membedakan adalah gue lebih gemuk. Kulitnya putih dan matanya sedikit sipit. Itu yang bisa gue inget dari dia.


Dari kiri ke kanan: Dika, Nanda, gue


Kembali ke perlombaan. Saat gue melihat Dika. Dia duduk berada sekitar kurang dari satu meter serong kanan gue. Gue sangat yakin itu adalah Dika. Jujur saat itu gue sangat senang karena bisa bertemu kembali dengan Dika setelah tiga tahun. Iya, karena selepas TK kita tidak pernah bertemu sama sekali. Saat itu rasanya gue ingin bertanya dan bercerita banyak dengan dia mengenai apa yang sudah dilalui selama tiga tahun setelah lulus dari TK. Gue pun awalnya berniat untuk menyapa dia, tapi saat itu kita lagi mendengarkan pengarahan. Gue berpikir tidak etis rasanya gue memanggil Dika saat kondisi itu.

Akhirnya, gue menunggu sampai pengarahan selesai. Kita semua berdiri. Saat itu gue ingin langsung menghampiri Dika. Setelah semua orang berdiri, mereka membubarkan diri masing – masing. Gue melihat Dika pergi menjauh ke arah kiri. Jujur, saat itu gue merasa kaki gue sangat berat untuk dilangkahkan untuk menemuinya. Kemudian beberapa temen SD gue sudah pergi menjauh. Kemudian ada salah satu teman merangkul gue dan kita berjalan ke arah kanan. Gue gundah. Apa yang harus gue lakukan saat itu. Gue pun ngikutin temen gue menyusul temen-temen yang lain. Gue nengok ke belakang. Dika terlihat sudah cukup jauh sementara gue juga lanjut berjalan. Gue nengok lagi dan Dika sudah menghilang di antara banyak orang. Iya, gue engga ngeliat dia lagi. Setelah itu kami makan siang. Memang saat itu gue sedang lapar, tapi entah mengapa rasa makanan itu tidak membuat gue tergugah untuk makan. Gue malah berpikir dan merenung mengenai apa saja yang baru terjadi tadi.

Gue sangat menyesal. Penyesalan yang sangat dalam. Tapi penyesalan gue saat makan siang itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan penyesalan yang gue rasakan sekarang. Penyesalan selama sembilan tahun. Gue sangat menyesal tidak menghampiri dan menyapanya atau berjabat tangan dengannya. Gue berharap waktu bisa diputar kembali, sehingga gue bisa mengubah perbuatan gue. Tapi sayangnya itu tidak mungkin terjadi. Memang benar, penyesalan selalu datang belakangan. Penyesalan juga bisa membekas dalam waktu yang lama.

Sampai saat ini, gue engga pernah ketemu dengan Dika lagi, bahkan meskipun saat pengarahan gue duduk di samping SD-nya dia, gue engga tahu nama SDnya. Gue berharap suatu saat nanti Tuhan bisa mempertemukan gue dengan Dika. Gue ingin bercerita, bermain, bernostalgia saat kita masih di TK, dan berbagi kisah dengan dia selama kita berpisah dan gue juga akan menceritakan dia tentang pengalaman gue ini. Dan satu hal yang pasti, gue akan meminta maaf ke dia karena saat itu gue tidak menghampiri dan menyapanya.

Sampai sekarang gue engga tahu dimana keberadaan Dika. Gue engga tahu dia SMP dan SMA dimana. Gue berusaha cari dia di media sosial tapi cukup sulit, karena yang gue ingat dari nama dia hanyalah Dika, bukan nama lengkapnya. Meskipun begitu, gue yakin suatu hari nanti jika Tuhan mengizinkan, kita akan kembali dipertemukan. Bukan hanya kita berdua, tapi juga dengan teman-teman TK yang lain.

Gue berharap Dika saat ini selalu sehat dan dalam lindungan Tuhan. Gue berharap dia bisa mengejar seluruh impiannya.

Dan teruntuk Dika, jika kau membaca tulisan ini, kamu tahu dimana bisa mengubungi saya lewat kontak yang ada di blog ini. Dan kita bisa berjumpa di kedai kopi untuk bercerita banyak sambil tertawa.

Semoga Tuhan bisa mengizinkan.

Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar