Jumat, 29 Desember 2017

Derita Daring

Assalamualaikum wr.wb. Waah, akhirnya bisa kembali lagi nulis setelah beribu purnama. Maaf ya, soalnya gue semakin sibuk di kelas dua belas ini. Jadi yaa nyuri – nyuri waktu kalau mau nulis pas libur kaya gini haha. Kali ini gue akan membahas kejadian yang beberapa hari lalu menimpa gue, yuk disimak.
Jujur, gue merupakan pribadi yang suka menggunakan transportasi publik dari dulu, namun beberapa waktu belakangan ini gue lebih sering kemana – mana menggunakan kendaraan sendiri karena faktor terbesarnya adalah gue sekarang udah memiliki Surat Izin Mengemudi, tapi kalau memiliki hatinya dia belum. Susah sih bro dia orangnya.

Meskipun gue sering pergi dengan membawa kendaraan sendiri, adakalanya ketika gue males atau dalam kondisi dimana gue tidak membawa kendaraan pribadi jadi gue menggunakan transportasi publik seperti TransJakarta, KRL Commuterline, sampai ojek online.

Diantara itu semua, yang cukup sering gue gunakan adalah ojek online. Jujur, gue sangat senang dengan kehadiran ojek online ini. Dari awal gue make pada bulan September 2015 sampai sekarang, gue merasa ojek online ini sangat efektif dalam membantu gue untuk pergi ke suatu tempat. Meski banyak menimbulkan pro – kontra dengan hadirnya ojek online ini dikalangan masyarakat, gue rasanya jika diadakan survei mengenai tingkat kepuasan dengan adanya ojek online ini pasti angkanya tinggi. Namun, dibalik itu semua gue beberapa kali mengalami kejadian yang menjengkelkan saat menggunakan ojek online. Bukan. Bukan gue mau diculik atau ditinggal di tengah jalan.

Jadi, gue beberapa kali mengalami momen yang kurang mengenakkan dengan ojek online, tapi untuk di post ini gue akan menuliskan tiga momen saja. Baik langung saja.

Pertama, ini terjadi pada suatu hari Rabu selepas gue pulang sekolah dan forum OSIS. Iya, saat itu gue baru selesai sekitar abis maghrib. Gue memesan ojek online tanpa ada firasat apapun sebelumnya. Gue mesen, dan engga lama kemudian dia dateng. Semua tampak akan berjalan normal. Tapi tiba – tiba ditengah jalan yang saat itu sudah gelap dan jalanan sepi yang ada hanya suara serangga yang sedang bercengkrama. Terjadilah sesuatu yang tak terduga. Abang ojek ini memulai pembicaraan.

‘Mas, boleh nanya engga?’, tanya abang itu.

‘Oh iya boleh. Kenapa mas?’, gue bales.

‘Situ guru apa murid ya?’

Gue diem beribu bahasa.

Suara serangga pun sudah tak terdengar.

Suasana terasa makin mencekam.

Gue beripikir keras. Amat keras.

‘Kenapa emangnya mas?’, jawab gue seraya berpikir.

‘Gapapa si mas pengen tau aja saya’

‘Saya murid mas’, gue mencoba menjawab.

‘Oalah saya kira situ guru, soalnya penampilannya udah kaya guru banget mana pulangnya jam segini lagi kan’, abang itu menjelaskan.

‘Haha iyakali mas’, gue tertawa tanpa tau jelas apa yang membuat gue tertawa.

Dari momen ini, gue berpikir bahwa apakah abang ojek ini tidak pernah mendengar istilah ‘Jangan Menilai Buku dari Luarnya’. Gue engga ngerti, apa yang membuat abang itu memberikan pertanyaan itu ke gue. Terus kalau udah tau pun kenapa gitu. Sebenernya ya, gue si biasa aja ditanya kaya gitu, cuma yang agak jengkel aja. Disisi lain abangnya juga engga sepenuhnya salah si, karena kan dia juga emang engga tau. Melalui tulisan ini, gue ingin menghimbau ke seluruh mitra ojek online di seluruh Indonesia. TOLONG jangan menanyakan suatu hal yang berkaitan dengan usia, TOLONG, ini membuat sebagian orang merasa kesal.

Kejadian kedua. Kejadian kedua ini hampir mirip dengan kejadian yang pertama. Sebenernya kejadian ini menimpa gue engga cuma sekali, tapi cukup rutin. Ini terjadi umumnya ketika gue mesen ojek online dari rumah ke suatu tempat. Di tengah perjalanan gue sering ditanya hal – hal yang membuat gue jengkel. Saking seringnya ditanya, ini jadi pertanyaan default abang ojek online ke gue.

Pertanyaan – pertanyaan default itu seperti di bawah ini:

‘Ini mau berangkat kuliah mas?’

‘Mas masih kuliah atau udah kerja?’

‘Ini lagi libur kuliah mas?’

‘Mau ke kampus atau cuma main aja ini mas?’

Iya itu.

Serius.

Kembali lagi, sebenernya itu bukan salah abang – abang sepenuhnya gitu. Tapi ya tolonglah, jangan menanyakan hal yang berkaitan dengan itu. Masa iya, kalau gue naik ojek online biar engga ditanya kaya gitu harus make seragam sekolah. Kan engga lucu gue kemana – mana make seragam sekolah. Lagian ya pertanyaan – pertanyaan macam itu gabisa dikasih ke sembarangan orang loh. Masa iya, ada gelandangan atau pengangguran naik ojek online terus ditanya kaya gitu.

‘Kuliah atau kerja ini mas’, tanya bang ojek.

‘Maksud mas apa nih?’, jawab gelandangannya.

Jadi tolong sekali lagi ya abang ojek, diperhatikan pertanyaan yang mau diberikan. Jangan sampai engga sesuai dengan penumpangnya.

Kejadian ketiga. Ini kejadian yang paling absurd menurut gue. Iya jadi waktu itu gue mesen ojek online dari sebuah mall. Setelah mesen, dia engga lama dateng. Terus dia nanya gue via vallen, eh via sms maksudnya.

‘Mba posisi dimana ya?’, tanya abang ojek itu di sms.

Gue diemin.

‘Mba yang pake baju item bukan ya?’, sms dari abangnya lagi.

Gue diemin. Lagi.

Akhirnya die nelfon gue. Gue angkat kan.

‘Mba, mbanya dimana ya?’, sahut abang itu diujung telfon.

Gue matiin telfonnya.

Gue diem.

Merenung.

Berpikir keras.

Gue panik.

Apa sekarang identitas gue sebagai pria sudah diragukan?

Itu pertanyaan yang mengisi pikiran gue saat itu.

Terus gue mikir, apa yang harus gue lakukan. Apa iya gue harus menunjukkan KTP gue biar jadi bukti gue ini pria tulen.

Akhirnya gue pun berjalan menemui abangnya.

Abangnya ngeliat gue dengan tatapan penuh curiga.

Terjadilah eyecontact diantara kita berdua.

‘Mas ini ya?’, seraya gue menyebutkan nama abangnya.

‘Oh iya’, bales abangnya dengan penuh kebingungan.

‘Eh maaf saya kira perempuan’

‘Soalnya namanya Chandra Dewi si’

Gue diem.

Abangnya diem.

Kita masih saling tatap – tatapan.

Seolah seluruh alam semesta berhenti.

Terjadi keheningan yang cukup panjang.

‘Oh engga mas, saya cowo. Asli. Serius’, sahut gue memecah keheningan tadi.

Akhirnya gue naik.

Berdasarkan kejadian ini, lagi – lagi bukan kesalahan abang – abang sepenuhnya. Tapi ya tolong lah bang, diliat dulu namanya baik – baik ini laki – laki atau perempuan. Kalau namanya bingung, sms atau telfonnya dengan sapaan ‘Anda’ biar universal. Hadeh.

Iya itulah kejadian absurd sekaligus menjengkelkan yang pernah gue alami selama menggunakan ojek online. Gue berharap kalian hal tersebut engga terjadi kepada kalian, dan untuk abang ojek online dimanapun kalian berada yang sedang membaca ini, TOLONG perhatikan nasihat dan saran yang saya berikan di atas.


Salam.

0 komentar:

Posting Komentar