Sabtu, 14 Oktober 2017

Untuk Apa?

Assalamualaikum wr.wb. Waah it’s good to be back in here. Rasanya cukup lama engga nulis. Harap dimaklumi ya karena gue semakin sibuk di kelas dua belas ini he – he – he . Pada post ini gue akan menceritakan pandangan gue terhadap apa yang terjadi beberapa minggu yang lalu. Yuk disimak.
Kejadian ini berawal dari rutinitas gue sebagai pelajar kelas dua belas. Pada suatu hari Rabu, gue menjalani hari yang normal – normal aja. Belajar, istirahat, les, main karambol. Saat itu gue engga merasakan ada hal yang unik akan terjadi. Asli.

Gue les dari jam setengah lima sampai jam delapan. Kemudian setelah kegiatan les selesai, gue membuka smartphone gue dan melihat notifikasi di layar smartphone tersebut. Kaget. Iya, itu reaksi gue pertama kali setelah melihat notifikasi itu. Kemudian gue mulai berpikir. Berpikir cukup keras. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Pertanyaan itu terngiang di kepala gue dalam waktu yang tidak sebentar. Gue akhirnya mengunci layar smartphone gue dan memasukannya ke dalam tas. Gue tidak ingin gue kehilangan konsentrasi saat mengendara sepeda motor di perjalanan pulang. Akhirnya gue memutuskan untuk menyelesaikannya di rumah.

Setelah sholat, mandi, dan makan gue kemudian kembali memikirkan hal tersebut. Gue bingung. Bahkan sampai sekarang masih. Gue mencoba menemukan jawaban atas pertanyaan yang terngiang di benak gue. Jawaban yang beragam cenderung absurd. Meski sampai saat ini gue belum mendapat jawaban yang tepat, gue berusaha untuk menjadikan hal tersebut sebagai bagian dari cerita hidup gue.

Iya, ini adalah kejadian mengenai cinta. Sebuah kisah cinta yang tidak lama, namun tidak bisa pula dikatakan sebentar. Bagi kalian pembaca blog gue pasti pernah mengetahui dengan akhir dari kisah cinta ini, dan untuk teman – teman lama gue juga pasti mengetahuinya. Kalau yang belum tahu, baiklah gue akan menceritakan kembali, namun dengan singkat dan yang menurut gue perlu untuk korelasi dengan isi post ini.

Jadi, gue pernah menjalin suatu hubungan dengan seseorang perempuan. Hubungan ini sendiri berlangsung sekitar dua tahun tiga belas hari. Lama? Engga juga. Sebentar? Belum tentu.

Saat itu kehidupan gue terasa lebih berwarna dengan kehadiran dirinya. Banyak hal yang pernah terjadi, baik yang mengenakkan maupun menyedihkan. Rasanya jika mengingat hal tersebut gue menjadi sedikit emosional. Bisa dikatakan hubungan yang terjalin ini tidak sepenuhnya mulus. Pernah terjadi dimana momen yang sangat membahagiakan bagi kita berdua, sampai barada pada posisi paling nadir. Berada pada posisi tersebut tidak hanya sekali, tetapi tidak banyak. Layaknya kehidupan, menjalani hubungan dengannya ada pahit manisnya. Dibalik itu semua, jujur dia merupakan salah seorang yang paling sabar, namun engga paling kuat karena masih ada Wonder Woman.

Waktu berlalu begitu juga dengan kita. Sampailah di suatu titik dimana hubungan ini tidak bisa berlanjut. Iya, harus berakhir meski meninggalkan pertanyaan besar yang terus melekat di kepala hingga hari ini. Suatu perpisahan yang tidak didasarkan dengan akal normal.

Setelah itu semua berakhir, kita hampir tak pernah berkomunikasi kembali. Pernah hanya beberapa kali, itu juga saat kita masing – masing mengucapkan ulang tahun. Iya, hanya itu. Jauh sebelum kita berkomunikasi untuk mengucap ulang tahun masing – masing sebenarnya ada kejadian sebelum itu.

Setelah tidak menjalin hubungan dengan dia, hampir semua akun media sosial milik gue di-block sama dia, entah apa yang terjadi. Mulai dari Line, WhatsApp, Instagram. Tidak ada alasan yang diberikannya.
Seperti orang kebanyakan rasanya. Ketika berakhirnya suatu hubungan, langsung mem-block akun sosial media mantan kekasihnya. Hal yang lumrah terjadi di zaman sekarang. Tetapi dibalik itu semua, tentu ada alasan yang mendasari hal itu terjadi. Alasan yang hanya diketahui dia denga Tuhan. Salah satunya mungkin ia ingin berpaling dari mantan kekasihnya dan lain sebagainya.

Itu yang terjadi dengan gue. Saat itu dia memblock media sosial gue, WhatsApp gue pernah di-unblock hanya untuk mengucap ulang tahun, namun setelah itu di-block kembali. Bingung. Kemudian setelah lima bulan pasca berakhirnya hubungan, Line gue di-unblock.

Setelah sebelas bulan berakhirnya hubungan, kita kembali dipertemukan dalam suatu acara bersama dangan teman – teman gue yang lain. Saat itu tidak ada interaksi yang terjadi diantara kita. Gue melihat dia, dan sepertinya sebaliknya. Tidak ada obrolan apapun bahkan sapaan sekalipun tidak terjadi.

Terlepas dari itu semua ada satu hal yang unik. Ini berkaitan dengan paragraf yang ketiga dan keempat. Notifikasi yang gue lihat di layar smartphone gue tersebut adalah permintaan pertemanan di Instagram dari dia. Iya, dia nge-follow Instagram gue lagi. Berarti tandanya, dia udah unblock Instagram gue sekitar 22 bulan. Iya, dua puluh dua bulan. Bukan waktu yang singkat bukan? Itu kalau gua punya anak mungkin sekarang anak gue udah bisa jalan di umur segitu.

Gue bingung, kenapa dia tiba – tiba melakukan hal itu. Toh, gue tak terpikir kapan dia akan me-unblock akun gue.

Lantas, apa yang ia dapat setelah dua puluh dua bulan memblock akun Instagram gue?

Meninggalkan memori dengan gue.

Mencoba melanjutkan kehidupan dengan menjalin hubungan dengan seseorang.

Tidak ingin melihat gue bersedih karena dia telah bahagia dengan menunjukkan kasmarannya dengan seseorang di Instagram.


Kemudian mengapa membutuhkan waktu dua puluh dua bulan untuk itu? Apakah selama itu?

Memangnya waktu dua hingga tujuh bulan tidak cukup, kelupaan, atau belum ada niatan nge-unblock.


Untuk apa waktu dua puluh dua bulan memblock namun akhirnya diunblock lagi?

Itu kan sama aja kaya misalnya lu mau beli sepatu. Lu dateng ke toko, lu liat – liat di toko itu ternyata engga ada yang lu suka sepatunya, eh besoknya lu dateng lagi buat beli sepatu disitu.

Gue bukannya mengharapkan dia ngeunblock gue dalam waktu singkat, namun menurut gue ini suatu hal yang unik yang menarik untuk dibahas he – he- he. Dilain sisi, kejadian itu semua menjadi hal yang unik yang pernah terjadi dalam kisah cinta gue ini.

Yang terakhir, untuk kamu yang telah melakukan hal ini, mungkin suatu hari nanti kita bisa bertemu di salah satu ruangan di sebuah kedai kopi untuk membicarakan mengapa hal ini terjadi agar pertanyaan yang terus meleket di kepala ini perlahan mulai sirna.


Semoga.

0 komentar:

Posting Komentar