Assalamualaikum wr.wb, terima kasih untuk kalian yang cukup
setia menunggu postingan terbaru dari blog gue. Semoga penantian kalian
terbayarkan. Semoga. Pada kesempatan kali ini gue akan membahas mengenai satu
hal yang sangat gue sukai bahkan gue sangat terobsesi dengan hal ini. Apa itu?
Yuk disimak!
Pada kesempatan ini, gue ingin membahas mengenai olahraga
yang sangat dicintai dan digilai oleh masyarakat Indonesia tak terkecuali gue,
yaitu sepak bola. Buat kalian yang belum tau, dunia persepakbolaan Indonesia
kembali lagi kepada kondisi yang memprihatinkan. Bukan tanpa sebab, sepak bola
Indonesia sering sekali mengalami konflik baik internal maupun eksternal.
Setelah selesainya konflik dualisme kepemimpinan yang terjadi pada rentang
waktu 2011 – 2013, liga professional resmi di Indonesia yang diberi nama
Indonesia Super League atau ISL kembali bergulir pada tahun 2014 dengan format
dua wilayah yang dimenangkan oleh Persib Bandung setelah mengandaskan Persipura
Jayapura di Stadion Jakabaring, Palembang. Gue menyaksikan pertandingan final
melalui layar televisi saat itu, setelah partai puncak tersebut gue berharap
liga Indonesia semakin baik tahun – tahun kedepannya, dan tidak ada lagi
konflik yang menerpa persepakbolaan Indonesia.
Setelah ISL 2014 selesai, klub – klub mulai mempersiapkan
untuk menatap tahun depan. Banyak pemain silih berganti klub, baik pemain lokal
ataupun pemain asing. Gue cukup antusias melihat bursa transfer ini. Hal yang
paling menarik perhatian gue adalah klub favorit gue, Persija Jakarta. Setelah
tidak mampu lolos babak grup wilayah barat pada ISL 2014, Persija mulai
berbenah. Pelatih baru muka lama didatangkan. Rahmad Darmawan kembali pulang ke
Persija setelah mengalahkan nama – nama macam Dejan Antonic, Nil Maizar, dan
Aji Santoso. Yang paling menyita perhatian gue adalah kembalinya ikon Persija,
Bambang Pamungkas. Setelah membela Pelita Bandung Raya selama 1 tahun, Bepe pun
pulang ke Persija. Kemudian, didatangkanlah pemain – pemain berkualitas dan
berpengalaman seperti Greg Nwokolo, Martin Vunk, Yevgeni Kabaev, Alan Aciar,
Stefano Lilipaly. Martin Vunk tercatat masih berstatus sebagai pemain tim
nasional Estonia, sedangkan Yevgeni Kabaev datang berstatus top scorer liga
Estonia, dan Lilipaly yang pernah bermain di Belanda dan Jepang. Dengan
perombakan yang besar ini, Persija disebut – sebut sebagai calon juara ISL 2015
disamping Persib, Persipura, Arema, dan Sriwijaya FC.
Setelah dipenuhi harapan dan ekspektasi tinggi mengenai
sengitnya ISL 2015, publik dikejutkan dengan keputusan Menpora Imam Nahrawi
yang membekukan PSSI dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Sontak, seluruh
elemen sepak bola nasional bergemuruh. Tentunya keputusan tersebut meninggalkan
pro dan kontra. Praktis, PSSI sebagai induk sepak bola Indonesia tidak dapat melaksanakan
kegiatannya sebagai federasi. PSSI sempat mengajukan banding ke PTUN, namun
gagal. Lantas, keputusan Menpora berbuntut dengan hadirnya sanksi dari FIFA
karena FIFA menganggap negara mengintervensi federasi sepak bola Indonesia.
Sanksi FIFA, merupakan kerugian yang sangat besar yang
didapat. Tidak diperkenankannya Liga Bergulir, dan tim nasional Indonesia tidak
diizinkan berlaga di ajang Internasional termasuk pertandingan persahabatan.
Praktis Indonesia tidak dapat mengikuti kualifikasi Piala Dunia 2018, dan Piala
Asia 2017. SEA GAMES 2015 di Singapura merupakan penampilan terakhir tim
nasional Indonesia di ajang internasional setelah disanksi FIFA.
Sepak bola Indonesia seolah mati. Tidak adanya liga membuat
seluruh elemen sepak bola Indonesia resah dan bingung. Beberapa klub di
Indonesia bahkan ada yang memutus kontrak pemainnya, ada juga yang ditunggak
gaji dan dibubarkan sementara. Melihat kondisi seperti ini, Pemerintah
berinsiatif membuat sebuah turnamen untuk mengisi kekosongan ini. Turnamen tersebut
diberi nama Piala Presiden, kemudian dibentuk lagi Piala Jenderal Sudirman.
Namun kedua kegiatan itu hanyalah sebatas turnamen, bukan liga. Pada awal tahun
2016, diusunglah turnamen yang berformat liga (entah ini dibenarkan atau
tidak). Kompetisi ini diberi nama Indonesia Soccer Championship atau ISC.
Dibagi menjadi dua, yaitu ISC A, dan ISC B.
Setelah mendapat kata sepakat dengan sponsor yang merupakan
salah satu merk kopi ternama di Indonesia, kompetisi ini berubah nama menjadi
Torabika Soccer Championship atau TSC. Jujur, gue engga terlalu ngikutin TSC
ini, bahkan gue semakin jarang nonton di TV saat Persija, klub favorit gue
berlaga. Entah kenapa ada hal yang membuat gue kurang bergairah dari kompetisi
ini. Sampai suatu ketika, Menpora Imam Nahrawi mencabut surat keputusan
pembekuan PSSI, tak lama kemudian sanksi FIFA pun dicabut. Dengan begitu, dapat
dipastikan tim nasional Indonesia dapat berlaga di Piala AFF 2016. Meski
begitu, TSC masih bergulir dan liga akan dimulai tahun 2017.
Setelah sanksi FIFA dicabut, PSSI menunjuk kembali Alfred
Riedl sebagai pelatih tim nasional Indonesia menyingkirkan Rahmad Darmawan, Nil
Maizar, dan Dejan Antonic. Opa Riedl mulai memantau pemain – pemain yang
berlaga di TSC. Dikeluarkanlah beberapa puluh nama yang mengikuti TC. Cukup
mengejutkan ketika melihatnya pertama kali, banyak sekali pemain muda yang
dipanggil. Kemudian diadakanlah uji coba dengan Malaysia, Myanmar, kemudian
Vietnam sebanyak 2 kali. Dari 4 pertandingan uji coba tersebut, Indonesia
meraih 2 kemenangan, 1 seri, dan 1 kalah. Indonesia bisa dikatakan siap engga
siap menuju ke Piala AFF 2016. Terdapat beberapa problematika. Mulai dari
persiapan hanya 4 bulan, uji coba hanya 4 kali, pembatasan pemain hanya boleh 2
orang dari satu klub oleh operator TSC, hingga cideranya Irfan Bachdim di menit
terakhir. Jujur, yang paling gue sesalkan adalah pembatasan pemain dari
operator TSC. Itu merupakan hal yang bisa dikatakan tidak benar.
Meski begitu, Indonesia menatap piala AFF 2016 dengan skuat
yang cukup baik. Muka – muka baru nampak seperti Bayu Pradana, Yanto Basna,
Abduh Lestaluhu, Lerby Eliandry. Boas Salossa, sebagai pemain paling senior
ditunjuk sebagai kapten. Indonesia berada di grup yang sama dengan Thailand,
Filipina, dan Singapura. Grup neraka menurut kebanyakan orang. Banyak yang
pesimis dengan tim ini, namun tidak sedikit pula menaruh harapan dan
ekspektasi.
Pertandingan pertama melawan Thailand, si juara bertahan dan
bisa dikatakan tim terbaik di ASEAN. Thailand masih berada dalam kualifikasi
piala dunia 2018, dan tim ini juga tampil dengan baik serta kemampuan individu
pemainnya tidak diragukan. Ketika itu, gue cukup realistis. Gue berharap
Indonesia setidaknya mampu menahan imbang Thailand. Saat pertandingan, terlihat
sekali perbedaan kelas permainan Thailand dengan Indonesia. Indonesia bahkan
sering sekali membuat kesalahan fatal. Skor berakhir dengan 4 – 2 untuk
keunggulan Thailand. Setelah pertandingan itu, masyarakat Indonesia semakin
pesimis bahwa Indonesia mampu berbuat banyak di turnamen dua tahunan itu.
Pertandingan kedua melawan tuan rumah Filipina, gue mencoba
kembali realistis. Filipina udah mulai bangkit sepak bolanya, ditambah lagi
dengan menjadi tuan rumah. Tentu engga mudah. Pada pertandingan gue lihat
Indonesia bakal menang, namun kembali lagi Filipina mempunyai faktor X untu
menyamakan kedudukan. Skor akhir 2 – 2.
Pada pertandingan penentuan, Indonesia melawan Singapura
peraih 5 kali juara piala AFF. Gue kembali lagi mencoba untuk realistis. Namun,
tim nasional Singapura saat ini bisa dikatakan sedang dalam kondisi yang tidak
baik, setelah ditinggal pelatih dan pemain – pemain kuncinya. Maka dari itu,
harapan masyarakat Indonesia semakin meninggi. Indonesia pun dapat menaklukan
Singapura dengan skor 2 – 1.
Berstatus sebagai runner up grup B, Indonesia melaju ke
semifinal dan akan ditunggu oleh Vietnam. Leg pertama dilangsungkan di Stadion
Pakansari. Pada leg pertama, tim nasional Indonesia bermain cukup baik ditambah
dengan puluhan ribu supporter Indonesia dan orang nomor satu di negri ini,
Presiden Joko Widodo. Tim nasional Indonesia bisa mengalahkan Vietnam dengan
skor 2 – 1. Setelah kemenangan tersebut, optimisme publik semakin bertambah.
Bahkan tim nasional Indonesia dikaitkan dengan tim nasional Portugal pada ajang
Euro 2016. Bukan tanpa sebab, karena saat itu tim nasional Portugal pada babak
grup terseok – seok bahkan tak sekalipun menang mirip seperti nasib tim
nasional Indonesia di babak grup piala AFF 2016. Seragam kedua tim juga hamper
mirip, berdominasi warna merah dan sedikit sentuhan warna hijau. Jargon
‘Indonesia siap mem-Portugalkan diri di Piala AFF 2016’ semakin ramai menghiasi
media sosial.
Pada leg kedua, Indonesia hanya butuh imbang kala dijamu
Vietnam. Vietnam tampil menyerang sejak menit awal, bahkan komentator TV pun
mengeluarkan jargon ‘serangan tujuh hari tujuh malam’ hingga menjadi booming.
Meski begitu, Indonesia mencetak gol lebih dulu melalui Stefano Lilipally.
Drama terjadi di paruh kedua, kiper timnas Vietnam mendapat kartu merah dari
wasit dan harus merelakan seorang pemain bertahannya menjadi kiper. Meskipun
begitu, timnas Vietnam terus membombardir pertahanan Indonesia. Bahkan, Vietnam
dapat mencetak gol dalam posisi kalah jumlah pemain. Pertandingan waktu normal
pun berakhir. Pada extra time, Vietnam kembali menyerang namun Indonesia mulai
berani keluar untuk menyerang. Drama datang saat Ferdinan Sinaga menggiring
bola di kotak penalti, kemudian ditekel oleh kiper Vietnam yang bukan kiper
asli. Mendapat hadiah penalti, Manahati Lestusen ditunjuk sebagai algojo dan
sukses melakukan tugasnya. Skor menjadi 2 – 2. Skor bertahan sampai
pertandingan selesai, Indonesia berhasil melaju ke final dengan unggul agregat
3 – 2.
Di final, Indonesia kembali bersua Thailand yang mengandaskan
Myanmar dengan agregat 6 – 0. Final leg pertama kembali dilangsungkan di
Stadion Pakansari. Thailand bermain baik sepanjang pertandingan, dan unggul
terlebih dulu. Namun, Indonesia tak goyah. Main di publik sendiri, Indonesia
mencoba mencetak gol. Tendangan dari Rizki Pora yang berbelok setelah mengenai
bek Thailand masuk ke gawang. Skor sama. Kemudian hampir di akhir laga,
tendangan sudut umpan Zulham Zamrun sukses dikonversi menjadi gol oleh Hansamu
Yama melalu sundulan yang cukup tajam. Skor akhir 2 – 1 untuk keunggulan
Indonesia. Setelah pertandingan, masyarakat Indonesia menaruh ekspektasi tinggi
dengan tim ini. Hanya selangkah lagi menjadi juara. Beban semakin berat dialami
punggawa garuda. Haus akan juara memang tak terbendung. Dilain sisi, untuk
menorehkan sejarah baru dan menghapus imej sebagai spesialis runner up di piala
AFF.
Leg kedua, menjadi ujian yang berat untuk timnas Indonesia.
Saat itu, gue lagi berada di Yogyakarta pada acara Festival Film Pelajar Jogja
2016. Meski pada rundown acara sedang ada pemutaran film dokumenter, namun di
lain ruangan diadakan nobar final leg kedua piala AFF. Gue dan teman – teman
sangat antusias dengan ini. Ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan, semua
orang yang ada di ruangan saat itu berdiri dan menyanyikan dengan khidmat.
Jujur, gue terharu sekaligus merinding dengan atmosfer itu. Gue engga
ngebayangin gimana rasanya nonton final dengan hadir langsung ke stadion.
Semua orang tersontak ketika Thailand unggul cepat melalui
gol Siroch Chattong. Gue melihat permainan Indonesia kurang baik di babak
pertama. Di babak kedua pemain bertipikal menyerang dimasukan. Tujuannya jelas
untuk mencetak gol. Namun, Chattong kembali mencetak gol melalui placing yang
baik. Skor 2 – 0. Gue liat sekeliling, wajah – wajah kesedihan dan penuh
kegelisahan menyelimuti. Gemuruh kembali ketika Thailand mendapat penaltI.
Teerasil Dangda yang menjadi eksekutor gagal melakukan tugasnya. Bola mengenai
kaki Kurnia Meiga. Setelah itu, gue terus berdoa agar Indonesia bisa mencetak
gol setidaknya 1. Namun, pertandingan telah usai. Indonesia takluk secara
agregat 3 – 2. Lagi, Indonesia menjadi runner up. Kali ini untuk yang kelima
kalinya seakan mengukuhkan bahwa Indonesia memang tim spesialis runner up pada
kejuaraan ini.
Gue pribadi memang sedikit kecewa dengan pencapaian ini sekaligus
kagum. Kenapa? Karena menurut gue ini merupakan salah satu pencapaian yang
cukup baik ditengah banyaknya konflik yang melanda persepakbolaan Indonesia.
Mulai dari baru lepas dari sanksi FIFA, persiapan yang bisa dikatakan minim,
uji coba dalam laga Internasional minim, pembatasan pemain hanya 2 orang dari
satu klub, cideranya pemain kunci. Namun begitu, tim nasional Indonesia menatap
piala AFF tahun ini dengan penuh percaya diri. Banyak sekali orang mencibir
bahkan mencemooh tim ini. Tim ini akan gagal total di piala AFF dan masih
banyak lagi. Namun, semangat juang yang tinggi diperlihatkan oleh punggawa
garuda. Ketika gue menyaksikan pertandingan melalui TV, memang bisa dikatakan
permainan timnas Indonesia masih belum sepenuhnya baik, banyak kekurangan,
banyak celah, kurangnya koordinasi, dan sering melakukan kesalahan. Tapi ada
satu hal yang harus gue garisbawahi, yaitu semangat juang yang sangat tinggi
ditunjukkan oleh Boas Salossa dkk. Itu kunci utama yang membawa timnas menuju
final Piala AFF 2016. Sebagai orang Indonesia dan penggemar tim nasional
Indonesia, gue merasakan bahwa euforia yang terjadi ketika piala AFF lalu
seakan kembali menumbuhkan gairah masyarakat Indonesia dengan sepak bola,
khususnya tim nasional. Memang, kita kembali gagal membawa piala tersebut,
namun masih ada lain kesempatan. Inilah momentum yang tepat untuk mengembalikan
kepercayaan publik terhadap olahraga yang sangat digemari ini yang sekarang
sudah dikonotasikan dengan hal yang tidak mengenakkan. Bergantinya ketua PSSI, menjadi
awal untuk memperbaiki suatu sistem yang sakit parah sejak dulu. Indonesia
harus berbenah. Kembali menjalankan kompetisi professional, program jangka
panjang tim nasional, hingga pengembangan pesepak bola usia muda. Hal yang sama
juga harus dilakukan klub. Klub pun harus berbenah sehingga tidak ada lagi
cerita pemain ditunggak gajinya bahkan supporter yang harus semakin dewasa.
Garuda, begitu julukanmu. Dengan kepakan sayap yang kuat,
paruh runcing, dan cakar yang tajam membuat engkau disegani oleh rival – rival
di kawasanmu. Namun begitu, engkau seolah sehabis menderita luka yang mayoritas
disebabkan oleh faktor luar. Sekarang keadaanmu mulai membaik, engkau mencoba
untuk terbang tinggi kembali. Sulit memang, namun kau terus mencobanya. Ketika
kau melihat ada kesempatan untuk terbang mencapai puncak, namun kau belum
berhasil. Meski begitu, kau tetap semangat untuk mencapai puncak di kesempatan
selanjutnya. Sekarang, kau sedang beristirahat di ranting pohon seraya
mempersiapkan segala hal yang kau butuhkan agar sampai ke puncak di kesempatan
selanjutnya. Apabila kau sudah siap, yakinlah dan terbanglah dengan penuh
optimisme. Niscaya, jika kau ditakdirkan untuk sampai di puncak, kau akan
disana. Semangat Garudaku!
0 komentar:
Posting Komentar