Selasa, 20 Desember 2016

Ranting Menuju Puncak

Assalamualaikum wr.wb, terima kasih untuk kalian yang cukup setia menunggu postingan terbaru dari blog gue. Semoga penantian kalian terbayarkan. Semoga. Pada kesempatan kali ini gue akan membahas mengenai satu hal yang sangat gue sukai bahkan gue sangat terobsesi dengan hal ini. Apa itu? Yuk disimak!

Pada kesempatan ini, gue ingin membahas mengenai olahraga yang sangat dicintai dan digilai oleh masyarakat Indonesia tak terkecuali gue, yaitu sepak bola. Buat kalian yang belum tau, dunia persepakbolaan Indonesia kembali lagi kepada kondisi yang memprihatinkan. Bukan tanpa sebab, sepak bola Indonesia sering sekali mengalami konflik baik internal maupun eksternal. Setelah selesainya konflik dualisme kepemimpinan yang terjadi pada rentang waktu 2011 – 2013, liga professional resmi di Indonesia yang diberi nama Indonesia Super League atau ISL kembali bergulir pada tahun 2014 dengan format dua wilayah yang dimenangkan oleh Persib Bandung setelah mengandaskan Persipura Jayapura di Stadion Jakabaring, Palembang. Gue menyaksikan pertandingan final melalui layar televisi saat itu, setelah partai puncak tersebut gue berharap liga Indonesia semakin baik tahun – tahun kedepannya, dan tidak ada lagi konflik yang menerpa persepakbolaan Indonesia.

Setelah ISL 2014 selesai, klub – klub mulai mempersiapkan untuk menatap tahun depan. Banyak pemain silih berganti klub, baik pemain lokal ataupun pemain asing. Gue cukup antusias melihat bursa transfer ini. Hal yang paling menarik perhatian gue adalah klub favorit gue, Persija Jakarta. Setelah tidak mampu lolos babak grup wilayah barat pada ISL 2014, Persija mulai berbenah. Pelatih baru muka lama didatangkan. Rahmad Darmawan kembali pulang ke Persija setelah mengalahkan nama – nama macam Dejan Antonic, Nil Maizar, dan Aji Santoso. Yang paling menyita perhatian gue adalah kembalinya ikon Persija, Bambang Pamungkas. Setelah membela Pelita Bandung Raya selama 1 tahun, Bepe pun pulang ke Persija. Kemudian, didatangkanlah pemain – pemain berkualitas dan berpengalaman seperti Greg Nwokolo, Martin Vunk, Yevgeni Kabaev, Alan Aciar, Stefano Lilipaly. Martin Vunk tercatat masih berstatus sebagai pemain tim nasional Estonia, sedangkan Yevgeni Kabaev datang berstatus top scorer liga Estonia, dan Lilipaly yang pernah bermain di Belanda dan Jepang. Dengan perombakan yang besar ini, Persija disebut – sebut sebagai calon juara ISL 2015 disamping Persib, Persipura, Arema, dan Sriwijaya FC.

Setelah dipenuhi harapan dan ekspektasi tinggi mengenai sengitnya ISL 2015, publik dikejutkan dengan keputusan Menpora Imam Nahrawi yang membekukan PSSI dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Sontak, seluruh elemen sepak bola nasional bergemuruh. Tentunya keputusan tersebut meninggalkan pro dan kontra. Praktis, PSSI sebagai induk sepak bola Indonesia tidak dapat melaksanakan kegiatannya sebagai federasi. PSSI sempat mengajukan banding ke PTUN, namun gagal. Lantas, keputusan Menpora berbuntut dengan hadirnya sanksi dari FIFA karena FIFA menganggap negara mengintervensi federasi sepak bola Indonesia.

Sanksi FIFA, merupakan kerugian yang sangat besar yang didapat. Tidak diperkenankannya Liga Bergulir, dan tim nasional Indonesia tidak diizinkan berlaga di ajang Internasional termasuk pertandingan persahabatan. Praktis Indonesia tidak dapat mengikuti kualifikasi Piala Dunia 2018, dan Piala Asia 2017. SEA GAMES 2015 di Singapura merupakan penampilan terakhir tim nasional Indonesia di ajang internasional setelah disanksi FIFA.

Sepak bola Indonesia seolah mati. Tidak adanya liga membuat seluruh elemen sepak bola Indonesia resah dan bingung. Beberapa klub di Indonesia bahkan ada yang memutus kontrak pemainnya, ada juga yang ditunggak gaji dan dibubarkan sementara. Melihat kondisi seperti ini, Pemerintah berinsiatif membuat sebuah turnamen untuk mengisi kekosongan ini. Turnamen tersebut diberi nama Piala Presiden, kemudian dibentuk lagi Piala Jenderal Sudirman. Namun kedua kegiatan itu hanyalah sebatas turnamen, bukan liga. Pada awal tahun 2016, diusunglah turnamen yang berformat liga (entah ini dibenarkan atau tidak). Kompetisi ini diberi nama Indonesia Soccer Championship atau ISC. Dibagi menjadi dua, yaitu ISC A, dan ISC B.

Setelah mendapat kata sepakat dengan sponsor yang merupakan salah satu merk kopi ternama di Indonesia, kompetisi ini berubah nama menjadi Torabika Soccer Championship atau TSC. Jujur, gue engga terlalu ngikutin TSC ini, bahkan gue semakin jarang nonton di TV saat Persija, klub favorit gue berlaga. Entah kenapa ada hal yang membuat gue kurang bergairah dari kompetisi ini. Sampai suatu ketika, Menpora Imam Nahrawi mencabut surat keputusan pembekuan PSSI, tak lama kemudian sanksi FIFA pun dicabut. Dengan begitu, dapat dipastikan tim nasional Indonesia dapat berlaga di Piala AFF 2016. Meski begitu, TSC masih bergulir dan liga akan dimulai tahun 2017.

Setelah sanksi FIFA dicabut, PSSI menunjuk kembali Alfred Riedl sebagai pelatih tim nasional Indonesia menyingkirkan Rahmad Darmawan, Nil Maizar, dan Dejan Antonic. Opa Riedl mulai memantau pemain – pemain yang berlaga di TSC. Dikeluarkanlah beberapa puluh nama yang mengikuti TC. Cukup mengejutkan ketika melihatnya pertama kali, banyak sekali pemain muda yang dipanggil. Kemudian diadakanlah uji coba dengan Malaysia, Myanmar, kemudian Vietnam sebanyak 2 kali. Dari 4 pertandingan uji coba tersebut, Indonesia meraih 2 kemenangan, 1 seri, dan 1 kalah. Indonesia bisa dikatakan siap engga siap menuju ke Piala AFF 2016. Terdapat beberapa problematika. Mulai dari persiapan hanya 4 bulan, uji coba hanya 4 kali, pembatasan pemain hanya boleh 2 orang dari satu klub oleh operator TSC, hingga cideranya Irfan Bachdim di menit terakhir. Jujur, yang paling gue sesalkan adalah pembatasan pemain dari operator TSC. Itu merupakan hal yang bisa dikatakan tidak benar.

Meski begitu, Indonesia menatap piala AFF 2016 dengan skuat yang cukup baik. Muka – muka baru nampak seperti Bayu Pradana, Yanto Basna, Abduh Lestaluhu, Lerby Eliandry. Boas Salossa, sebagai pemain paling senior ditunjuk sebagai kapten. Indonesia berada di grup yang sama dengan Thailand, Filipina, dan Singapura. Grup neraka menurut kebanyakan orang. Banyak yang pesimis dengan tim ini, namun tidak sedikit pula menaruh harapan dan ekspektasi.

Pertandingan pertama melawan Thailand, si juara bertahan dan bisa dikatakan tim terbaik di ASEAN. Thailand masih berada dalam kualifikasi piala dunia 2018, dan tim ini juga tampil dengan baik serta kemampuan individu pemainnya tidak diragukan. Ketika itu, gue cukup realistis. Gue berharap Indonesia setidaknya mampu menahan imbang Thailand. Saat pertandingan, terlihat sekali perbedaan kelas permainan Thailand dengan Indonesia. Indonesia bahkan sering sekali membuat kesalahan fatal. Skor berakhir dengan 4 – 2 untuk keunggulan Thailand. Setelah pertandingan itu, masyarakat Indonesia semakin pesimis bahwa Indonesia mampu berbuat banyak di turnamen dua tahunan itu.
Pertandingan kedua melawan tuan rumah Filipina, gue mencoba kembali realistis. Filipina udah mulai bangkit sepak bolanya, ditambah lagi dengan menjadi tuan rumah. Tentu engga mudah. Pada pertandingan gue lihat Indonesia bakal menang, namun kembali lagi Filipina mempunyai faktor X untu menyamakan kedudukan. Skor akhir 2 – 2.

Pada pertandingan penentuan, Indonesia melawan Singapura peraih 5 kali juara piala AFF. Gue kembali lagi mencoba untuk realistis. Namun, tim nasional Singapura saat ini bisa dikatakan sedang dalam kondisi yang tidak baik, setelah ditinggal pelatih dan pemain – pemain kuncinya. Maka dari itu, harapan masyarakat Indonesia semakin meninggi. Indonesia pun dapat menaklukan Singapura dengan skor 2 – 1.

Berstatus sebagai runner up grup B, Indonesia melaju ke semifinal dan akan ditunggu oleh Vietnam. Leg pertama dilangsungkan di Stadion Pakansari. Pada leg pertama, tim nasional Indonesia bermain cukup baik ditambah dengan puluhan ribu supporter Indonesia dan orang nomor satu di negri ini, Presiden Joko Widodo. Tim nasional Indonesia bisa mengalahkan Vietnam dengan skor 2 – 1. Setelah kemenangan tersebut, optimisme publik semakin bertambah. Bahkan tim nasional Indonesia dikaitkan dengan tim nasional Portugal pada ajang Euro 2016. Bukan tanpa sebab, karena saat itu tim nasional Portugal pada babak grup terseok – seok bahkan tak sekalipun menang mirip seperti nasib tim nasional Indonesia di babak grup piala AFF 2016. Seragam kedua tim juga hamper mirip, berdominasi warna merah dan sedikit sentuhan warna hijau. Jargon ‘Indonesia siap mem-Portugalkan diri di Piala AFF 2016’ semakin ramai menghiasi media sosial.

Pada leg kedua, Indonesia hanya butuh imbang kala dijamu Vietnam. Vietnam tampil menyerang sejak menit awal, bahkan komentator TV pun mengeluarkan jargon ‘serangan tujuh hari tujuh malam’ hingga menjadi booming. Meski begitu, Indonesia mencetak gol lebih dulu melalui Stefano Lilipally. Drama terjadi di paruh kedua, kiper timnas Vietnam mendapat kartu merah dari wasit dan harus merelakan seorang pemain bertahannya menjadi kiper. Meskipun begitu, timnas Vietnam terus membombardir pertahanan Indonesia. Bahkan, Vietnam dapat mencetak gol dalam posisi kalah jumlah pemain. Pertandingan waktu normal pun berakhir. Pada extra time, Vietnam kembali menyerang namun Indonesia mulai berani keluar untuk menyerang. Drama datang saat Ferdinan Sinaga menggiring bola di kotak penalti, kemudian ditekel oleh kiper Vietnam yang bukan kiper asli. Mendapat hadiah penalti, Manahati Lestusen ditunjuk sebagai algojo dan sukses melakukan tugasnya. Skor menjadi 2 – 2. Skor bertahan sampai pertandingan selesai, Indonesia berhasil melaju ke final dengan unggul agregat 3 – 2.

Di final, Indonesia kembali bersua Thailand yang mengandaskan Myanmar dengan agregat 6 – 0. Final leg pertama kembali dilangsungkan di Stadion Pakansari. Thailand bermain baik sepanjang pertandingan, dan unggul terlebih dulu. Namun, Indonesia tak goyah. Main di publik sendiri, Indonesia mencoba mencetak gol. Tendangan dari Rizki Pora yang berbelok setelah mengenai bek Thailand masuk ke gawang. Skor sama. Kemudian hampir di akhir laga, tendangan sudut umpan Zulham Zamrun sukses dikonversi menjadi gol oleh Hansamu Yama melalu sundulan yang cukup tajam. Skor akhir 2 – 1 untuk keunggulan Indonesia. Setelah pertandingan, masyarakat Indonesia menaruh ekspektasi tinggi dengan tim ini. Hanya selangkah lagi menjadi juara. Beban semakin berat dialami punggawa garuda. Haus akan juara memang tak terbendung. Dilain sisi, untuk menorehkan sejarah baru dan menghapus imej sebagai spesialis runner up di piala AFF.

Leg kedua, menjadi ujian yang berat untuk timnas Indonesia. Saat itu, gue lagi berada di Yogyakarta pada acara Festival Film Pelajar Jogja 2016. Meski pada rundown acara sedang ada pemutaran film dokumenter, namun di lain ruangan diadakan nobar final leg kedua piala AFF. Gue dan teman – teman sangat antusias dengan ini. Ketika lagu Indonesia Raya dikumandangkan, semua orang yang ada di ruangan saat itu berdiri dan menyanyikan dengan khidmat. Jujur, gue terharu sekaligus merinding dengan atmosfer itu. Gue engga ngebayangin gimana rasanya nonton final dengan hadir langsung ke stadion.

Semua orang tersontak ketika Thailand unggul cepat melalui gol Siroch Chattong. Gue melihat permainan Indonesia kurang baik di babak pertama. Di babak kedua pemain bertipikal menyerang dimasukan. Tujuannya jelas untuk mencetak gol. Namun, Chattong kembali mencetak gol melalui placing yang baik. Skor 2 – 0. Gue liat sekeliling, wajah – wajah kesedihan dan penuh kegelisahan menyelimuti. Gemuruh kembali ketika Thailand mendapat penaltI. Teerasil Dangda yang menjadi eksekutor gagal melakukan tugasnya. Bola mengenai kaki Kurnia Meiga. Setelah itu, gue terus berdoa agar Indonesia bisa mencetak gol setidaknya 1. Namun, pertandingan telah usai. Indonesia takluk secara agregat 3 – 2. Lagi, Indonesia menjadi runner up. Kali ini untuk yang kelima kalinya seakan mengukuhkan bahwa Indonesia memang tim spesialis runner up pada kejuaraan ini.

Gue pribadi memang sedikit kecewa dengan pencapaian ini sekaligus kagum. Kenapa? Karena menurut gue ini merupakan salah satu pencapaian yang cukup baik ditengah banyaknya konflik yang melanda persepakbolaan Indonesia. Mulai dari baru lepas dari sanksi FIFA, persiapan yang bisa dikatakan minim, uji coba dalam laga Internasional minim, pembatasan pemain hanya 2 orang dari satu klub, cideranya pemain kunci. Namun begitu, tim nasional Indonesia menatap piala AFF tahun ini dengan penuh percaya diri. Banyak sekali orang mencibir bahkan mencemooh tim ini. Tim ini akan gagal total di piala AFF dan masih banyak lagi. Namun, semangat juang yang tinggi diperlihatkan oleh punggawa garuda. Ketika gue menyaksikan pertandingan melalui TV, memang bisa dikatakan permainan timnas Indonesia masih belum sepenuhnya baik, banyak kekurangan, banyak celah, kurangnya koordinasi, dan sering melakukan kesalahan. Tapi ada satu hal yang harus gue garisbawahi, yaitu semangat juang yang sangat tinggi ditunjukkan oleh Boas Salossa dkk. Itu kunci utama yang membawa timnas menuju final Piala AFF 2016. Sebagai orang Indonesia dan penggemar tim nasional Indonesia, gue merasakan bahwa euforia yang terjadi ketika piala AFF lalu seakan kembali menumbuhkan gairah masyarakat Indonesia dengan sepak bola, khususnya tim nasional. Memang, kita kembali gagal membawa piala tersebut, namun masih ada lain kesempatan. Inilah momentum yang tepat untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap olahraga yang sangat digemari ini yang sekarang sudah dikonotasikan dengan hal yang tidak mengenakkan. Bergantinya ketua PSSI, menjadi awal untuk memperbaiki suatu sistem yang sakit parah sejak dulu. Indonesia harus berbenah. Kembali menjalankan kompetisi professional, program jangka panjang tim nasional, hingga pengembangan pesepak bola usia muda. Hal yang sama juga harus dilakukan klub. Klub pun harus berbenah sehingga tidak ada lagi cerita pemain ditunggak gajinya bahkan supporter yang harus semakin dewasa.


Garuda, begitu julukanmu. Dengan kepakan sayap yang kuat, paruh runcing, dan cakar yang tajam membuat engkau disegani oleh rival – rival di kawasanmu. Namun begitu, engkau seolah sehabis menderita luka yang mayoritas disebabkan oleh faktor luar. Sekarang keadaanmu mulai membaik, engkau mencoba untuk terbang tinggi kembali. Sulit memang, namun kau terus mencobanya. Ketika kau melihat ada kesempatan untuk terbang mencapai puncak, namun kau belum berhasil. Meski begitu, kau tetap semangat untuk mencapai puncak di kesempatan selanjutnya. Sekarang, kau sedang beristirahat di ranting pohon seraya mempersiapkan segala hal yang kau butuhkan agar sampai ke puncak di kesempatan selanjutnya. Apabila kau sudah siap, yakinlah dan terbanglah dengan penuh optimisme. Niscaya, jika kau ditakdirkan untuk sampai di puncak, kau akan disana. Semangat Garudaku!

0 komentar:

Posting Komentar