‘Apalah
arti sebuah nama, andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia
akan tetap berbau wangi’
Itu adalah perkataan dari seorang pria yang bernama
Romeo kepada kekasihnya Juliet dalam novel berjudul ‘Romeo dan Juliet’ yang
ditulis sastrawan terbesar asal Inggris, William Shakespeare
Banyak orang yang bilang perkataan dari Romeo ini
menyalahi faedah. Karena nama adalah doa. Nama adalah harapan. Tapi orang –
orang yang beragumen seperti itu pasti belum membaca novel ‘Romeo dan Juliet’.
Karena konteks nama dalam perkataan tersebut bukan diartikan sebagai kata yang
mewakili sesuatu, tapi merujuk kepada identitas. Pada postingan kali ini, gue
engga akan membahas soal perkataan Romeo itu. Tapi masih ada sedikit kaitannya
dengan apa yang akan gue bahas di post ini.
Jika kalian membaca post gue yang sebelumnya yang
berjudul ‘Mencari Lalu Terhenti’, kalian akan paham. Kalau belum baca, gue
saranin baca dulu biar engga terjadi kesalahpahaman dalam pemikiran.
Pada suatu pagi bertempat di SMA Negeri 34 Jakarta. 4
Juli 2015. Itu hari pra-mopdb. Jadi itu hari pertama seluruh anak baru yang
mayoritas mengenakan seragam putih biru bertemu. Hari itu, gue lulusan dari
SMPN 98 Jakarta sendiri. Engga ada temen. Terus gue ngeliat salah satu temen
gue Latisha, dan temen les gue Rara. Alhamdulillah, engge ngenes – ngenes amat.
Sebagai murid baru, gue merasa asing dengan lingkungan sekitar gue. Anak – anak
lain pada ngobrol sama temen SMP nya. Lah gue engga ada. Pas gue lagi sendiri di
parkiran motor, ada seorang laki – laki yang nyamperin gue yang bernama Naufal.
Gue pun ngobrol sama dia, dan ternyata dia sekelas
sama gue. Alhamdulillah gue punya temen lagi. Pas lagi baris dan menuju ke
kelas, gue ngeliat seorang perempuan berhijab berkulit putih. Gue natap dia,
dia kayanya ngeliat balik kalo gue boleh sotoy. Itu adalah pertemuan pertama
sekaligus tatapa pertama gue ke dia. Gue engga tau nama dia siapa.
Saat tanggal 25 Juli 2015, gue ke SMA Negeri 34
Jakarta lagi, gue kembali ngeliat perempuan tanpa nama itu lagi. Entah kenapa
gue makin tertarik sama dia, tapi gue engga berani nyamperin dan nanyain siapa
namanya. Gue juga saat itu engga tau, perempuan tanpa nama itu dari SMP mana.
Gue mau nanya temen gue juga susah nanyanya gimana. Pas MOPDB tanggal 27 – 29
Juli 2015, gue kembali ngeliat dia lagi, tapi gue (masih) engga tau namanya
siapa. Setelah hari itu, gue engga ngeliat dia lagi untuk beberapa waktu.
Gue menjalani masa kelas 10 dengan kepadatan jadwal.
Tugas, PR, ulangan, dan les menjadi suatu rutinitas. Entah kenapa selama kurang
lebih 2 bulan, gue engga ngeliat perempuan tanpa nama itu. Sampai akhirnya pada
suatu Kamis pas pulang sekolah, gue ketemu perempuan tanpa nama itu lagi
setelah sekian lama. Jujur, gue kangen ngeliat dia. Karena dia perempuan
pertama yang mebuat gue tertarik di SMA ini. Dia jalan di depan gue menuju
perempatan taman DDN, gue sekitar 3 meter di belakangnya. Jujur, saat itu gue
ada niat buat nyamperin dia dan nanya nama dan kelasnya, tapi kembali lagi, gue
masih engga berani. Pengecut dan lemah emang gue sebagai seorang cowok. Setelah
di perempatan dia belok ke kanan, gue lurus. Pas di angkot, gue nye-sel
se-nye-sel-nye-sel-nya. Kenapa gue engga berani nanya ke dia, untuk nanya nama
dan kelas doang padahal.
Setelah hari Kamis itu, gue kembali engga ketemu
ataupun ngeliat dia lagi di sekolah. Gue berusaha untuk menyerah ngejar dia,
dengan coba mencari perempuan yang bisa mengisi kehidupan gue. Dua perempuan
yang kronologisnya udah gue ceritain di post ‘Mencari Lalu Terhenti’ sudah
pupus. Gue kembali menjalani kehidupan normal.
Hari demi hari berlalu, tak terasa sudah bertemu
dengan bulan Oktober. Gue masih belum bertemu dengan perempuan tanpa nama itu
lagi. Kembali pada hari Kamis, setelah pulang sekolah. Gue ke toilet lantai
satu sebelum meninggalkan sekolah. Pas gue keluar toilet, perempuan tanpa nama
itu lagi duduk di depan ruang wakil kepala sekolah, dia duduk sama temen
sekelas gue Anisa. Karena Anisa mengikuti eskul tari tradisional atau disingkat
trads, perempuan tanpa nama itu duduk di samping Anisa pas pulang sekolah di
hari Kamis, dimana hari latihan trads. Jadi gue menyimpulkan perempuan tanpa
nama itu ikut eskul trads.
Malemnya, gue chat Anisa buat nanyain nama perempuan
berhijab berbatik oranye yang tadi sore duduk disampingnya. Ternyata, perempuan
tanpa nama itu alumni SMPN 85, sama kaya Anisa. Dan akhirnya, Anisa memberitahu
gue nama dan dari kelas mana perempuan tanpa nama itu. Nama perempuan itu
adalah ….
Rahasia dong. Sebut saja nama perempuan itu ‘pensil
warna’. Kenapa harus pensil warna? Karena dia membuat hidup gue lebih berwarna.
Loh kenapa engga spidol atau engga krayon? Suka – suka gue lah bro.
Setelah gue tau nama dan kelasnya, gue pun mulai
search tentang dia. Sampai akhirnya, gue tau username twitter dan instagramnya,
terus gue follow. Tapi entah kenapa gue engga berani minta follback, gue
berasumsi dia ngira gue sksd. Jadi gapapalah kalo belum di follback.
Saat itu, temen sebangku gue Audi bawa buku tahunan
sekolah SMPN 85. Gue ngeliat – liat dan ada foto ‘pensil warna’ terus ada
biodatanya dan ada nomer handphonenya. Gue save aja kan. Suatu waktu di kelas,
gue cerita tentang ‘pensil warna’ ke temen gue Ghazi, ternyata waktu kelas 9,
Ghazi sekelas sama ‘pensil warna’. Gue bilang ke Ghazi kan kalo gue punya nomer
hpnya ‘pensil warna’, terus Ghazi nantangin gue. Dia nantang gue buat nelfon
‘pensil warna’, dan akhirnya gue beranikan diri untuk nelfon ‘pensil warna’
meskipun langsung gue matiin.
Beberapa waktu kemudian, temen sekelas gue Shela
menceritaka sesuatu hal yang mencengangkan. Shela bilang kalo si ‘pensil warna’
cerita ke Shela. Kira – kira begini percakapan Shela dengan ‘pensil warna’.
Pensil warna :
‘Shel, gue takut dah sama temen lu’
Shela :
‘Temen gue? Yang mana?’
Pensil warna :
‘Itu temen sekelas lu yang kacamata tinggi’
Shela :
‘Oh Chandra, kenapa emang?’
Pensil warna :
‘Iya, jadi waktu itu ada orang yang nelfon gue, terus gue save gue namain
dengan nama titik di kontak gue. Terus gue buka WhatsApp dan liat kontak itu
dpnya foto temen lu itu. Dia juga ngefollow twitter dan instagram gue, gue jadi
kaya diterror. Ngeri’
Kurang lebih gitu garis besarnya.
Waduh, tambah parah keadaan. Gue coba chat pensil
warna buat minta maaf dan kalo gue engga nerror dia. Tapi masih engga berani
chat dia. Gue berharap gue bisa deket sama dia, gue berani ngechat dia dan kalo
ketemu gue sapa. Semoga kedepannya ada berita baik, kalo ada perkembangan
positif, gue akan berbagi cerita di blog gue.
‘Tak kenal maka tak sayang’, itu salah satu pribahasa
Indonesia. Gue ngerasa peribahasa itu pas banget untuk keadaan gue saat ini.
Sebelum tau namanya, gue engga terlalu antusias bahkan mikirin dia. Tapi
setelah gue tau namanya, semua itu berubah 180 derajat.
Semoga salah satu
perkataan dari William Shakespeare salah. ‘Harapan adalah akar dari segala sakit hati’. Gue berharap sama
dia, dan semoga saja dia bisa menjadi apa yang gue harapkan. Kalaupun engga,
semoga gue engga sakit hati lagi. Doain ya!
0 komentar:
Posting Komentar